Mengembara di gunung sangatlah menyenangkan. Panorama indah terbentang. Udara segar terhirup. Dan tubuh pun menjadi segar.
Nah ada keindahan lain jika petualangan itu diarahkan pada Gunung Semeru yang ada di Jawa Timur, serta Gunung Dieng dan puncak Suralaya di Jawa tengah. Dalam kepercayaan Jawa, inilah tiga istana yang menjadi persinggahan para dewa.
Gunung Semeru dianggap sebagai manjing (menyatunya) Kiai Lurah Semar yang diidentifikasi sebagai sosok manusia Jawa yang sempurna. Kendati tubuhnya pendek, berjambul, sederhana, tetapi sakti mandraguna.
Dia disimbolkan lahir dari satu telur bersama Bathara Guru, raja para dewa, Togog yang menjadi batur (embat-embate pitutur = konsultan pribadi) di Kurawa, serta Semar yang mengabdi di keluarga Pandawa. Ini merupakan satu tempat yang dipercaya acap menjadi persinggahan para dewa.
Gunung Dieng, di puncaknya terdapat kawah yang berisi magma. Kawah ini dipercaya sebagai Kawah Candradimuka. Itu adalah kawah yang dalam kisah Mahabharata merupakan tempat penggemblengan Gatotkaca dan Wisanggeni.
Gunung yang ada di dataran tinggi Dieng, Wonosobo, Jateng ini memang indah. Taklah salah jika sering disebut sebagai istana para dewa. Letaknya yang tinggi (2.093 m di atas permukaan laut) memberikan keindahan menakjubkan. Suasana dingin dan tenang itu menggugah hati.
Dalam cerita-cerita wayang, Kawah Candradimuka merupakan bagian dari Kahyangan (Suralaya). Yang terdekat adalah Kahyangan Jonggring Salaka, tempat bersemayam Sang Hyang Manikmaya alias Bathara Guru (rajanya para dewa).
Kepercayaan yang menyebut dataran tinggi Dieng identik dengan Suralaya, tidak terlalu berlebihan. Sebab di sekitar lokasi ini terdapat kumpulan Candi Pandawa. Terdiri dari Candi Puntadewa, Candi Bima (Werkudara), Candi Arjuna (Janaka), Candi Nakula dan Candi Sadewa.
Selain itu, masih ada lagi Candi Gatotkaca. Candi-candi peninggalan Hindu itu diyakini sebagai tempat moksa para satria Pandawa. Sekaligus sebagai bukti peradaban pada abad VII.
Kendati ada Suralaya yang lain, yang letaknya ada di atas Candi Borobudur, yang lengkap dengan Tegal Kepanasan yang diasumsikan sebagai neraka, tetapi Suralaya ini yang paling sering didatangi para paziarah. Itu karena suasana di kawasan ini betul-betul teduh yang memberi ruang lebih luas untuk melakukan kontemplasi.
Mitos yang beredar seputar kawasan ini adalah, setelah perang besar Barathayuda Jayabinangun, para Kurawa habis terbunuh. Pandawa yang keluar sebagai pemenang menobatkan Parikesit (anak Abimanyu yang merupakan cucu Arjuna) sebagai Raja Astina.
Pandawa kemudian meninggalkan istana dan mencari kamoksan jati (tempat moksa yang sempurna) dan kasedan jati (kesempurnaan dalam kematian). Mereka menuju ke sebuah dataran tinggi dengan membangun candi-candi.
Kelima satria Pandawa itu bersemadi di candinya masing-masing hingga akhirnya moksa (hilang bersama raganya) menuju nirwana (sorga).
Hanya Puntadewa yang mempunyai cerita paling khas. Raja Amarta ini ketika meninggalkan istana untuk menuju nirwana, diikuti seekor anjing. Binatang ini dengan setia mendampinginya hingga sampai di Kadewatan.
Ketika berada di depan pintu nirwana, dia dihadang oleh para dewa. Dewa itu bilang, yang boleh masuk hanya Puntadewa. Sedang anjing yang mengikutinya dilarang ikut serta. Alasannya, anjing itu binatang najis.
Puntadewa protes. Katanya, "Biar anjing itu binatang, dia sangat setia kepadaku. Karena itu, izinkanlah dia menemaniku masuk nirwana."
Permintaan Puntadewa itu ditampik para dewa. Namun, anak tertua Prabu Pandu itu tetap bersikeras ingin selalu bersama anjing yang mengikutinya.
"Saya lebih baik masuk neraka jahanam daripada tidak bisa berbalas budi. Meski pada seekor anjing, itu wajib hukumnya berbuat kebaikan," katanya.
Tiba-tiba terjadi sebuah keajaiban. Anjing itu berubah menjadi Sang Hyang Darma, dewanya kesabaran. Puntadewa sendiri juga titisan Bathara Darma.
Ternyata, boleh-tidaknya anjing masuk nirwana itu merupakan ujian terakhir bagi Puntadewa. Hasilnya, satria tertua Pandawa ini dinyatakan lulus dan berhak masuk nirwana. mok/jss