Politik

Arus Balik, Prancis Tolak Diskriminasi Kelapa Sawit di Uni Eropa

PEKANBARU. Kabar mengejutkan datang dari Prancis. Negeri Mode ini  menentang tindakan diskriminatif yang memanfaatkan komoditas pertanian kelapa sawit. Padahal baru-baru ini Prancis menjadi arena kesepakatan menentang sawit. Uni Eropa melakukan kesepakatan, untuk menolak minyak kelapa sawit memasuki Uni Eropa (UE). Direncanakan, tiga institusi UE, yaitu Parlemen Eropa, Komisi Eropa, dan Dewan Eropa akan berdialog di akhir tahun ini, untuk melakukan  pembentukan  posisi bersama,  yang harus disepakati oleh ketiga intitusi itu. . Namun Xavier Sticker, duta besar lingkungan mengatakan, mereka akan menyuarakan penolakan ini dalam perundingan yang akan segera dilakukan  oleh Uni  Eropa. Itu menyusul pemungutan suara parlemen Eropa, yang baru-baru ini melarang penggunaan minyak sawit dalam biodiesel di tahun 2020 mendatang. Semua perdagangan yang masuk UE komponennya ditentukan UE, oleh karena itu, setiap keputusan mengenai perdagangan akan dilakukan oleh ketiga  kompenen Eropa itu, yaitu Komisi Eropa,  Dewan Eropa, dan Parlemen Eropa. Namun Prancis tidak setuju dengan langkah diskrimintaif terhadap komoditas seperti minyak sawit.  Dan menurutnya,  tidak ada lagi yang perlu dipertanyakan tentang pajak Prancis yang bisa meningkatkan produksi minyak sawit secara nasional. Untuk itu Prancis menolak keputusan Parlemen Eropa. Prancis  ingin fokus memenuhi komitmen iklim UE, yaitu dengan mengurangi emisi karbon pada tahun 2030 mendatang. Prospek kerja sama dengan Malaysia adalah memastikan biomassa yang saat ini tidak digunakan menjadi aset tambahan bagi negara dan merupakan keuntungan bagi planet ini. Sebab limbah dari perkebunan kelapa sawit dapat didaur ulang dan bisa digunakan untuk produksi. Sementara itu, peraturan terakhir akan diundangkan menyusul negosiasi dan debat antara perwakilan dari ketiga institusi negara itu pada tahun ini . Sedangkan  Negeri Jiran telah mengkritik langkah UE untuk melarang minyak sawit dan menyebutnya sebagai ‘tanaman apartheid’. emilly/MPOC


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar