Politik

Larang Sawit, Hubungan Uni Eropa-Malaysia Terancam

Pekanbaru-Hubungan Uni Eropa-Malaysia terancam. Itu karena larangan minyak kelapa sawit dalam penempatan FTA. Dalam kasus ini parlemen dan pemerintahan Uni Eropa  membuka suara mengenai larangan untuk penggunaan minyak sawit di biofuel tahun 2021 mendatang. Dengan alasan,  tidak terjadi perdagangan bebas antara Malaysia dengan 28 blok anggota.( Kamis, 19 Januari 2018 ). Menurut  Menteri Perindustrian dan Komoditas perkebunan Datuk Seri Mah Siew Keong, langkah  Uni Eropa (UE) untuk melarang penggunaan minyak sawit sebagai bahan bakar diesel bisa dipandang sebagai penghalang  perdagangan proteksionis yang akan menimbulkan ancaman perdagangan dan kerja sama antara Eropa-Malaysia serta negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Datuk Sri Mah menambahkan, bahwa ini akan bertentangan dengan semangat perdagangan bebas. “Bagaimana kita bisa membahas sebuah perjanjian perdaganagan bebas (FTA) ketika UE memiliki kebijakan seperti ini,” kata Mah kepada wartawan pada seminar tinjauan ekonomi sawit di outlook 2018 di Putrajaya kemarin. Untuk diketahui, sanksi terhadap kelapa sawit oleh Uni Eropa telah melanggar komitmen organisasi perdagangan dunia. Dan Pemerintah Malaysia tidak ragu untuk memberikan sanksi dan mengambil tindakan yang korektif. Di tahun 2010 Malaysia-Eropa pernah mengadakan negoisasi untuk FTA bilateral. Namun diskusi itu berhenti di tahun 2012. Tak lama perundingan perdagangan itu dilanjutkan,  ketika Inggris memilih untuk hengkang dalam kelompok regional ini. Di tahun 2017 kemarin, Duta Besar Uni Eropa dan Kepala Delegasi Eropa ke Malaysia. “FTA kembali dibicarakan  kedua belah pihak  dan dapat mengangkat  perdagangan  hingga 30%  dari semula 10%, “ ujar Maria Castillo, Duta Besar Eropa itu. Seharusnya, dengan kerja sama itu potensial bisa mencakup pengembangan usaha kecil dan sebagainya. Namun, prospek  FTA UE- Malaysia tampak suram. Itu setelah pembuatan undang- undang. Negara-negara Eropa memilih mendukung arahan energi terbarunya. Keputusan revisi itu bertujuan untuk meningkatkan penggunaan RE EU  menjadi 35% pada tahun 2030 mendatang, yang menyebutkan larangan kelapa sawit-biofuel. Sementara itu, Mah mengatakan, bahwa Malaysia akan selalu melakukan promosi untuk industri kelapa sawit lokal melalui skema Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO) di tahun 2019 mendatang. Seluruh pabrik dan area kelapa sawit mempunyai sertifikat  MSPO yang berlipat ganda di tahun lalu dengan jumlah yang sangat tinggi. Dan yang paling penting, pemerintah berencana mengkoalisasikan petani kecil. Oleh sebab itu, Mah memproyeksikan, bahwa ekspor kelapa sawit dan produk kelapa sawit akan terus meningkat di tahun berikutnya. Apalagi ini didorong oleh negara-negara Asean dan pasar-pasar baru. Terakhir Mah mengatakan,  produksi di tahun 2018 sedikit  meningkat  dibanding tahun sebelumnya.  ( emilly/themalaysianreserve.com).


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar