Politik

Ngopi Luar Biasa di Kedai Kopi Banda Aceh

Minum kopi sudah biasa. Tapi bagi masyarakat Aceh, itu adalah kesibukan yang luar biasa. Jadi jangan kaget jika saban tiga rumah, hampir pasti ada kedai kopi. Ngopi semalam suntuk pun banyak. Kedai di daerah ini menyediakan itu, dan dilengkapi wifi. Minum kopi tidak terpisahkan dengan masyarakat Aceh. Laki dan perempuan meminum itu. Tak pandang usia dan strata sosial. Maka jika pagi tiba, warung kopi bukan main larisnya. Ramai dan semarak. Soal ngopi dimana-mana memang sama. Hanya yang membedakan, di daerah ini kegiatan itu seperti dikomando. Bareng dan lama. Mereka sama-sama ngopi, merokok, dan ada saja yang didiskusikan sesama temannya. Kegiatan ngopi ini tak pandang waktu. Pagi, siang, sore atau malam hari, semua asyik ngopi. Mereka melakukan itu di kedai yang sesuai seleranya. Karena saking banyaknya konsumen dan kedai kopi yang ada, maka yang terlihat, hampir semua kedai itu tidak ada yang sepi. Untuk urusan ngopi ini saya punya pengalaman unik. Suatu malam saya bertandang ke rumah seorangg teman yang ada di sebuah desa di daerah ini. Sang teman membuatkan kopi, tetapi dia sangat asyik ngobrol, menemani saya di beranda. Karena menurut saya terlalu lama, maka saya tegur dia. “Mana kopinya. Kok nggak nongol-nongol.” Apa jawabannya? “Begini mas kalau ingin menikmati kopi yang sedap. Air yang disedu tidak boleh sampai 100 derajat. Air dituang dalam gelas tidak boleh langsung diaduk. Tunggu seperempat jam baru boleh dilakukan itu. Nah ini yang membuat lama,” katanya sambil ngakak. Semula itu saya pikir hanya gurauan. Tetapi ternyata teman yang datang belakangan juga harus menunggu lama juga. Dan mereka paham. “Memang harus lama begini mas kalau mau minum kopi nikmat,” kata mereka. Terus bagaimana rasa kopi dengan sistem penyajian gaya Aceh ini? Ya tetap pahit dan gurih. Maklum saya memang biasa minum kopi tanpa gula. jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar