Politik

Ssttt, Coitus Itu Mengurangi Nikmatnya Hubungan Intim

Azl adalah Coitus interuptus. Praktek senggama terputus. Yaitu mengeluarkan sperma di luar vagina. Ketika proses senggama berlangsung, lalu pihak suami merasakan hendak ejakulasi, segera menarik batang penisnya dari dalam vagina istrinya. Tujuannya agar spremanya tidak tumpah di dalam rahim wanita, sehingga kemungkinan hamil bagi wanita yang disenggamai kecil sekali. Praktik senggama seperti ini, ketika jaya-jayanya perbudakan di Jazirah Arab, para majikan yang memiliki budak wanita sering mengajaknya berhubungan intim. Mengintimi budak-budaknya itu, selain mencari kepuasan biologis, juga karena istrinya sedang berhalangan untuk diajak berintim-ria. Karena mereka takut budaknya hamil, dan agar aibnya tidak diketahui oleh keluarga dan sesamanya, majikan itu melakukan Azl. Coitus interuptus, agaknya sudah lazim dilakukan para pria yang merasa kuatir istrinya hamil. Azl ini dilakukan bukan bertujuan memperoleh kenikmatan senggama, tetapi keterpaksaan. Malah dapat mengurangi kenikmatan, baik bagi suami, terutama sang istri. Oleh karena itu, azl jika ditinjau dari segi kesehatan, sangat tidak baik dilakukan. Bisa mengganggu kejiwaan. Apalagi jika tujuannya mencegah kehamilan, banyak cara lain yang lebih efektif. Di dunia perbudakan, agaknya hingga kini masih berlangsung. Para majikan atau keluarganya yang bertabiat tidak terpuji, tidak sedikit yang menyenggamai para pekerja wanita. Para pekerja itu dianggap budak yang sudah dibayar, sehingga menjadi miliknya. Ini faktor, kenapa tidak sedikit wanita yang pulang kerja dari Arab yang berbadan dua. Bahkan membawa oleh-oleh jabang bayi. Bisa demikian, kemungkinan karena begitu nikmatnya sehingga lupa Azl. Terlepas bahwa menyenggamai wanita yang bukan mukrimnya itu dosa besar, termasuk perkosaan dan perzinahan, Azl sendiri oleh Rasulullah pernah diharamkan. Beliau pernah ditanya oleh seorang sahabat tentang hal ini, lalu beliau menjawab: “Yang demikian itu adalah pembunuhan (anak) yang terselubung.” (HR. Muslim) Jika berpedoman pada hadis itu, berarti secara tegas Azl hukumnya haram. Namun, ada pendapat lain, bahwa azl boleh dilakukan asalkan mendapat persetujuan isteri. Tetapi, ada juga riwayat, meski tanpa persetujuan istri, azl boleh saja dilakukan. Ada sebuah hadis yang ditulis oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim, dari Jabir ra berkata : “Dari Jabir, dia berkata : “Kami melakuklan azl (senggama terputus) semasa Rasulullah SAW masih hidup. Sedang pada waktu itu Alquran masih turun. Seandainya Azl itu suatu yang dilarang, pasti Alquran mencegahnya.” Dengan adanya dua hadis yang bertentangan ini, tentu saja ada sesuatu yang melatarbelakanginya. Di satu sisi nabi melarang, dengan menyatakan sama dengan pembunuhan terselubung, di sisi yang lain membiarkan. Oleh ahli tafsir, Azl ditafsirkan pada hakekatnya tidak baik dilakukan. Apa lagi sang istri tidak mengizinkan. Namun, pada suatu persenggamaan, terkadang tanpa harus setuju atau tidak. Kalau takut istrinya bakal hamil, maka begitu merasakan hendak ejakulasi langsung cabut saja. Tetapi, bagi pasangan suami-istri yang terbuka, sama-sama memahami betapa pentingnya kehidupan seksual, maka mereka melakukan kesepakatan. Jika sudah sepakat, barangkali menunda untuk tidak punya anak lebih dulu dengan melakukan coitus interuptus, tidak bertentangan dengan rambu-rambu yang diberikan agama tersebut. Hanya saja, persoalannya, yang menerima akibat adalah pihak istri. Betapa tidak! Begitu suami sudah memperoleh apa yang dicari, meski ditumpahkan di luar, istri yang belum apa-apa, atau sudah mendekati orgasme, lalu prosesnya terhenti, tentu mengalami tekanan batin. Gangguan psikologis sudah pasti dialaminya. Karena itulah, coitus interuptus baru boleh dilakukan asal sudah disepakati sebelumnya. Jika salah satu pihak belum mencapai apa yang dicari, barangkali dicari jalan yang lain, yang tidak bertentangan dengan rambu agama. Jika alasan KB, pihak pria lalu menggunakan alat kontrasepsi (kondom), kebanyakan mengurangi kenikmatan. Benih yang tertahan di dalam kantung karet itu, oleh ahli fiqih yang tegas, disamakan dengan azl (pembunuhan bayi) terselubung. Begitu juga kalau si wanita harus mengkonsumsi (menelan pil KB), tujuannya sama, membunuh agar janin gagal jadi orok calon manusia. Karena serba dilematis itulah, persenggamaan hendaknya dilakukan dengan jalan normal-normal saja. Jika tidak menghendaki akibatnya, yaitu terjadinya keturunan, maka dilakukan pada saat-saat sang istri tidak sedang subur. Jika mendekati masa kesuburan, suami yang libidonya tinggi, lebih baik menahan diri dengan berpuasa. Dengan puasa, sahwat akan melemah dan terkendali. ngar/jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar