Politik

Malaysia Kutuk Parlemen Eropa Larang Biofuel Minyak Sawit

Malaysia kutuk ITRE yang dukung Parlemen Uni Eropa (UE) melarang biofuel dari minyak sawit. Langkah itu juga dianggap sebagai kemunduran hubungan Eropa dan Malaysia dari sisi perdagangan. Itu dikatakan Menteri Perindustrian dan Komoditas Perkebunan (MPIC) Datuk Seri Mah Siew Keong. Menurutnya, Parlemen Industri, Riset & Energi Komite (ITRE) mendukung larangan biofuel minyak sawit itu itu mengganggu hubungan Uni Eropa-Malaysia dalam hubungan perdagangannya. Sebab, menurut Datuk Seri Mah Siew Keong, langkah itu menunjukkan dengan jelas, bahwa Uni Eropa memang dengan sengaja membatasi impor biofuel kelapa sawit. Seperti diketahui, keputusan Komite Lingkungan untuk Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat (ENVI) pada bulan Oktober lalu, diikuti ITRE pada tanggal 28 November. ITRE memilih untuk mengikuti larangan biofuel kelapa sawit dari energi terbarukan Uni Eropa berdasarkan EU's Renewable Energy Directive (RED). "Dalam hal ini, Pemerintah Malaysia ingin menegaskan kembali pendiriannya untuk mengutuk diskriminasi, dan ini tidak dapat dibenarkan dan tanpa dasar,” katanya. "Pemerintah Uni Eropa, eksportir, dan pihak lain harus merenungkan kerugian yang disebabkan oleh pendekatan diskriminatif terhadap ekspor kelapa sawit Malaysia," kata Mah. Dia mengatakan, bahwa langkah itu merupakan upaya untuk melakukan diskriminasi terhadap sawit. Dan larangan biofuel kelapa sawit ini akan berdampak negatif pada perdagangan dan kerjasama Eropa di Malaysia, dan di wilayah Asia Tenggara yang lebih luas. Menurutnya, pengesahan Komite ITRE itu akan memungkinkan tanaman biji minyak pesaing untuk terus beroperasi di bawah RED. Sedangkan minyak kelapa sawit akan dikecualikan. "Pemerintah memandang ini sebagai penghalang perdagangan proteksionis yang tidak dapat diterima.Dan ini merupakan pelanggaran terhadap komitmen Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). "Oleh karena itu, pemerintah akan merespon, jika ketentuan ini dikonfirmasikan dalam peraturan akhir. Diskriminasi dan proteksionisme terhadap ekspor kelapa sawit Malaysia tidak akan dapat ditolerir," katanya tegas. Langkah itu akan memaksa Pemerintah Malaysia untuk mengambil setiap tindakan yang diperlukan. Itu untuk melindungi hak-hak 650.000 petani kecil kelapa sawit Malaysia. Selain untuk menjamin masa depan sektor kelapa sawit yang telah mengangkat jutaan orang Malaysia keluar dari kemiskinan. Sebagai negara penghasil minyak sawit lestari terkemuka di dunia, Malaysia telah menunjukkan komitmen serius terhadap keberlanjutan dengan membuat standar Malaysia Sustainable Palm Oil (MSPO). Ini menjadi wajib bagi semua produsen Malaysia. Disebutnya, perlindungan hutan Malaysia jauh lebih unggul daripada hampir semua Negara Anggota UE. Dan Malaysia memiliki salah satu rezim perlindungan hutan tercanggih di dunia, seperti yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Bank Dunia. Eksportir minyak kelapa sawit Malaysia disebutnya memenuhi standar kesinambungan yang ketat yang dibutuhkan oleh pelanggan Eropa. Dan eksportir biofuel kelapa sawit Malaysia telah mendapatkan sertifikasi berkelanjutan dengan skema keberlanjutan Eropa terkemuka, termasuk ISCC Jerman (International Sustainability and Carbon Certification ) "Oleh karena itu, Pemerintah Malaysia menafsirkan langkah Parlemen Eropa (MEPs) itu sebagai penghinaan. Melakukan tuduhan palsu dan menyesatkan. Tuduhan yang dibuat oleh MEP terkait dengan dampak lingkungan kelapa sawit itu adalah mencoreng nama baik minyak kelapa sawit Malaysia," kata Mah. Untuk itu Mah mendesak satuan tugas menteri sementara untuk mengintensifkan kerja kerasnya memantau dan mengukur perkembangan di Parlemen UE. Termasuk juga sentimen di antara Parlemen Eropa di bawah pimpinan Sekretaris Jenderal MPIC Datuk K Yogeesvaran. jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar