Politik

Sejarah Gaib Pulau Jawa (13) : Nilai Spiritual Tinggi Itu Beralaskan Dunia

Sebagaimana Benner yang menuliskannya dalam "Romantic  Jawa", kecakapan fana tak boleh terlalu berani menggambarkan Yang Maha Tinggi dalam kesempurnaan-Nya. Penulis juga mengatakan, bahwa serambi-serambi berpenjuru yang rendah sendiri dihiasi dengan ukiran-ukiran yang menggambarkan adegan-adegan duniawi biasa untuk menunjukan, bahwa semua nilai-nilai spiritual yang tinggi beralaskan dunia. Tetapi pada tiap dinding dari empat serambi sesudahnya ditemukan rentetan gambar-gambar timbul yang menggambarkan peristiwa keagamaan dalam tingkatan yang menanjak. Serambi pertama, demikian diartikan, memberikan gambar terpilih mengenai hidup Sang Buddha menurut sejarah. Yang kedua menunjukkan sebagian dari dewa-dewa rendahan dalam pemujaan agama Brahma yang diadopsi dalam Pantheon (Candi Pemujaan Segala Dewa) Buddhis. Yang ketiga menunjukkan dewa-dewa yang lebih tinggi di alam, di mana tempat suci lebih dipuja daripada dewanya. Sedangkan pada tingkatan yang keempat hanya ditemukan golongan Dhyani Buddha. Apakah segala hal-ihwal dari keterangan ini benar, tak dapat dipastikan. Sebab Fa Hien mengakui, ia tak cukup mengetahui tanda yang kecil-kecil dari banyak penemuan para archeolog. Kendati umumnya pendapat mereka memang sesuai dengan apa yang telah dilihatnya. Platform (mimbar) segi empat rangkap di atas seluruh bangunan yang luas itu berdiri,  memerlukan lapisan lain di bawah permukaan tanah. Di sana ada rangkaian ukiran yang menggambarkan bermacam-macam loka. Alam astral rendah yang sungguh tepat menempati kedudukan itu di dalam ruang. Beberapa orang mengira, bahwa tingkatan yang terendah ini semestinya terbuka juga seperti yang lain. Para archeolog lain mengatakan, memang direncanakan di bawah tanah itu untuk melambangkan neraka. Tetapi ada lingkungan lebar yang mengitar berhadapan dengan ukiran-ukiran itu sehingga dapat dilihat. (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar