Politik

Menyikapi Resolusi Eropa, Indonesia dan Malaysia Garap Pasar China

Uni Eropa dan Amerika Serikat masih menghambat produksi kelapa sawit. Resolusi Eropa adalah bentuk nyata sandungan itu, selain kampanye hitam yang belum reda hingga saat ini. Sedang Amerika Serikat selain melakukan kampanye negatif, juga menuduh dumping. Ini sebagai alasan untuk mengenakan pajak impor yang tinggi terhadap produk biofuel dari Indonesia. Pengenaan bea masuk yang tinggi itu yang membuat tahun ini (2017), ekspor biodiesel Indonesia mandeg. Resolusi yang dilakukan parlemen Eropa itu memang ancaman. Sebab dalam klausul yang ada terdapat permintaan yang bakal mengguncang produk CPO sawit. Mereka meminta Uni Eropa (UE) berhenti menggunakan minyak sayuran termasuk minyak sawit dalam bauran biodiesel mulai tahun 2020. Mereka menuding, tanaman sawit dari Indonesa dan Malaysia diproduksi dengan proses yang tidak berkelanjutan (sustainable). Itu akan menyebabkan terjadinya deforestasi hutan. Menyikapi itu Indonesia dan Malaysia sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia terus melakukan pertemuan. Merumuskan kebijakan, untuk menyikapi resolusi itu. Bahkan di bulan Agustus lalu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bertemu dengan Menteri Perkebunan dan Komoditi Industri Datuk Seri Mah Siew Keong. Dalam pertemuan itu, selain merumuskan langkah yang akan diambil dua negara ini untuk mereaksi Resolusi Parlemen Eropa, juga langkah alternatif, mencari pasar baru. Dan Negeri Tirai Bambu adalah langkah alternatif itu. Tiongkok sedang gencar melakukan kontrol kualitas lingkungan hidup dan menerapkan implementasi B5. Mencampurkan 5% minyak sawit atau palm methyl ester (PME) dan diesel. Menurut Airlangga Hartarto, ada lima agenda yang dibahas dalam pertemuan itu. “Pertama, pembahasan kampanye bersama untuk menghadapi kampanye negatif penggunaan minyak sawit di Uni Eropa dan AS, termasuk terhadap resolusi parlemen Eropa dan Norwegia,” katanya. Yang kedua, Indonesia dan Malaysia berkoordinasi menghadapi tarif dan nontarif barier yang diberlakukan India yang menaikkan Bea Masuk 100% menjadi 15%. Serta Amerika Serikat yang mengenakan anti dumping untuk biodiesel. Ketiga, kedua negara bersama-sama mendorong agar Tiongkok bisa menggunakan biodiesel 5% agar dapat mengurangi defisit perdagangan dengan Indonesia dan Malaysia. “Dan sekaligus ini upaya implementasi energi yang ramah lingkungan,” katanya. jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar