Politik

Ekspor CPO Terancam, Malaysia Janji Balas Eropa

Malaysia terus melakukan berbagai cara mengganjal Resolusi Eropa untuk tidak diberlakukan secara penuh. Apalagi sampai berbuntut menjadi Undang Undang. Sebab pasar terbesar minyak sawit Negeri Jiran itu selain India, kedua adalah Uni Eropa (UE). Impor Crude Palm Oil (CPO) Malaysia ke UE tahun lalu saja sebesar 2,06 juta ton. Untuk itu jika resolusi itu menjadi UU, maka Malaysia akan menderita kerugian besar. Selain akan mengganggu 650.000 petani kecil yang bergantung pada sawit. Seperti diketahui, tahun ini UE melakukan tindakan diskriminatif terhadap minyak kelapa sawit dengan mengeluarkan dua resolusi. Memaksakan skema minyak sawit lestari tunggal untuk ekspor minyak sawit Eropa setelah tahun 2020. Dan menghapuskan minyak sawit dari program biofuel UE pada tahun 2020. "Eropa adalah pasar besar, selain merupakan trend setter. Resolusi di parlemen UE bisa mempengaruhi persepsi konsumen terhadap minyak kelapa sawit. Apalagi kalau sampai resolusi itu menjadi undang-undang," kata Menteri Perkebunan dan Komoditi Industri Datuk Seri Mah Siew Keong. Tindakan tidak adil itu diberlakukan UE, dengan alasan pengembangan kelapa sawit adalah penyebab deforestasi dan perubahan iklim. Padahal yang sebenarnya adalah ditujukan untuk membatasi akses pasar kelapa sawit ke Eropa,” tambahnya. Menurut Mah, perdagangan apapun harus terjadi hubungan dua arah yang saling menguntungkan. Jika Resolusi Eropa itu tetap diberlakukan, maka Malaysia akan membalas. Sebab ada praktik diskriminatif yang tidak adil terhadap minyak kelapa sawit. "Kita bahkan bisa berhenti membeli produk mereka. Tentu kami berharap tidak sampai ke titik ini, karena Malaysia lebih memilih menyelesaikan sesuatu melalui negosiasi. "  katanya. Menurut Mah, kebijakan yang diskriminatif ini juga bertentangan dengan komitmen EU terhadap prinsip perdagangan bebas Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Dan ini juga mengancam hubungan antara negara-negara produsen UE dan negara-negara produsen minyak kelapa sawit, khususnya Malaysia dan Indonesia. Panitia Ekonomi dan Teknik Kelapa Sawit Khusus antara Malaysia dan Uni Eropa juga telah dibentuk. Komite ini akan bertindak untuk membangun pemahaman yang lebih jelas mengenai isu seputar kelapa sawit, dan akan bergabung dengan perwakilan khusus duta besar UE di Malaysia. Diskusi Roundtable Tahunan 12 (12) antara Malaysia dan Indonesia di Kuching minggu lalu (22/11), Perdana Menteri Datuk Seri Mohd Najib Razak telah mengangkat isu penghalang perdagangan kelapa sawit oleh UE. Malaysia dan Indonesia bersepakat untuk menggunakan semua platform yang ada untuk memastikan tindakan parlemen UE akan dibatasi. "Kita harus membalas karena minyak sawit merupakan tulang punggung ekonomi Malaysia dan Indonesia.  Lebih dari itu untuk menjaga pendapatan jutaan petani yang bergantung pada sawit.” "Negara-negara produsen harus mengambil tindakan secepatnya.  Saya  yakin kita akan bisa keluar dengan negosiasi win-win solution yang menguntungkan kedua pihak," jelasnya. jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar