JAKARTA - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengatakan kesiapannya dalam pelaksanaan program green fuel yang merupakan salah satu bagian dari program energi terbarukan kelapa sawit.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024, pembangunan energi terbarukan berbasis kelapa sawit merupakan salah satu proyek strategis nasional.
Program tersebut untuk mendukung peningkatan porsi energi baru terbaru dalam bauran energi nasional menuju 23 persen pada tahun 2025. Bahan bakar nabati termasuk biodiesel maupun jenis bahan bakar nabati berbasis sawit lainnya.
Selain terlibat dalam pelaksanaan program mandatori biodiesel, BPDPKS juga terlibat secara aktif dalam persiapan program green fuel. Program green fuel merupakan tahap lanjutan dari program biodiesel dimana sawit diolah menjadi green diesel, green gasoline dan green avtur.
Dukungan keterlibatan BPDPKS dalam kesiapan program green fuel tersebut seperti dukungan pendanaan dan fasilitasi untuk pengembangan katalis bio-hydrocarbon atau katalis merah putih dari tahap riset hingga uji coba.
Diektur Utama BPDPKS Dono Boestami mengatakan, pengembangan green fuel ini tak hanya berkaitan dengan pendanaan namun menyiapkan seluruh mata rantai proses.
Persiapan tersebut seperti memastikan pasokan bahan baku, persiapan dari sisi kilang, persiapan logistik seperti storage dan fasilitas distribusi serta sektor hilir yakni untuk mempersiapkan masyarakat sebagai konsumen BBN berbasis sawit.
"Dana bisa dicari dari berbagai sumber, tetapi penetapan kebijakan yang tepat serta kerja sama dan koordinasi antar berbagai pemangku kepentingan justru merupakan kunci utama," ujar Dono, Minggu (2/2/2020).
Sementara itu, Katalis bio-hydrocarbon yang dikembangkan oleh ITB dan Pertamina serta didukung BPDPKS pun akan memasuki tahap komersialisasi pada salah satu kilang milik Pertamina.
Lebih lanjut Dono memperhitungkan untuk megembangkan program bahan bakar nabati berbasis sawit termasuk biodiesel dan green fuel pada 2025 akan membutuhkan 24,44 juta ton. Menurut Dono, angka tersebut hanya setengah dari proyeksi produksi CPO di 2025 yang sekitar 55,28 juta ton.
Luas lahan petani swadaya yang diprioritaskan untuk BBN berbahan sawit pada 2025 pun akan mencapai 3,16 juta hektare sementara luas lahan petani swadaya seluas 5,8 juta ha.
Menurt Dono, adanya program peremajaan sawit rakyat yang tengah berlangsung diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sehingga mendukung penyediaan bahan baku untuk program biodiesel dan green fuel.
Meski begitu, BPDPKS juga berpendapat kesiapan teknologi dan tersedianya bahan baku tidak memberi jaminan program green fuel terlaksana dengan mudah. BPDPKS pun mengusulkan beberapa hal.
Pertama, sumber bahan baku untuk kebijakan tersebut sebaiknya difokuskan dari perkebunan sawit yang dikelola swadaya oleh petani rakyat. Hal ini untuk mendukung pengurangan kemiskinan dan ketimpangan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kedua, dibutuhkan penataan kebijakan yang tepat untuk memastikan keberhasilan kebijakan ini. Regulasi yang tepat, insentif yang sesuai serta sosialisasi dan edukasi sudah harus dimulai sejak tahap persiapan serta melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait mengingat progam green fuel membutuhkan persiapan yang panjang dan melibatkan berbagai pihak.
ketiga, penataan kebijakan pun harus menyeluruh mulai dari aspek hulu yakni kesiapan lahan untuk menghasilkan bahan baku, aspek produksi yakni penyiapan teknologi serta kilang dan aspek konsumen terkait penyiapan kendaraan serta kesadaran masyarakat. (*)