Ekonomi

CPO Diproyeksi Bullish Hingga Semester I/2020

Ilustrasi CPO. (Int)

JAKARTA - Minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) diproyeksi bullish hingga paruh pertama tahun depan seiring dengan produksi yang lebih rendah dan  mandat penggunaan biodiesel yang lebih tinggi dari produsen utama CPO dunia, Indonesia dan Malaysia.

CEO Grup FGV Haris Fadzilah Hassan mengatakan harga CPO kemungkinan dapat diperdagangkan hingga mencapai 2.200 ringgit-2.400 ringgit per ton pada kuartal terakhir tahun ini, memperbaiki lajur pelemahan CPO yang terjadi pada awal tahun ini.

“Sementara itu, prospek bullish akan berlanjut hingga semester pertama 2020 dengan harga CPO berada di kisaran 2.400 ringgit-2.800 ringgit per ton, karena produksi yang rendah dan mandat biodiesel Malaysia dan Indonesia dapat memangkas stok CPO dunia hingga 500.000 ton,” ujarnya.

Senada, Fitch Solutions dalam riset terbarunya juga memperkirakan harga rata-rata minyak sawit mentah akan diperdagangkan lebih tinggi pada 2020, di mana patokan berjangka Malaysia dapat naik sebesar US$50 per ton.

Sementara itu, analis PublicInvest Research Chong Hoe Leong meyakini masih ada ruang untuk CPO berjangka naik menembus level 2.800 ringgit per ton  dalam beberapa bulan mendatang terkait pengetatan pasokan komoditas tersebut. Stok diperkirakan akan terus menurun, setelah dimulainya musim produksi rendah yang lebih cepat dari biasanya.

Dia menambahkan seharusnya ada permintaan yang lebih kuat menjelang akhir tahun dari China dan Uni Eropa (UE). Pasalnya, pembeli cenderung mengunci pesanan menjelang kemungkinan kenaikan bea keluar minyak sawit di pasar Indonesia dan Malaysia, karena harga CPO melampaui level ambang minimum 2.250 ringgit per ton.

Namun, analis Maybank Kim Eng Ong Chee Ting memperingatkan terjadinya ekstrapolasi statistik ekspor awal untuk sisa bulan ini. Harga CPO juga kemungkinan besar terkoreksi pendek sebelum mendapatkan kekuatan lagi pada paruh pertama 2020.

Sebagai informasi, Indonesia telah menaikkan kuota penggunaan biodiesel kelapa sawit sebesar 45 persen untuk tahun depan karena Indonesia akan meningkatkan mandat pencampuran bahan bakar nabati menjadi 30 persen (B30) dari sebelumnya hanya 20 persen.

Mandat B30 tersebut nantinya akan terus dinaikkan secara bertahap hingga akhirnya diesel mengandung 100 persen bahan bakar nabati. Dengan tingkat permintaan tersebut, Pemerintah Indonesia menilai negara perlu menanam kembali 2,4 juta hektare (ha) pohon kelapa sawit tua untuk meningkatkan produktivitas.

Bahkan, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menyampaikan produksi minyak sawit dapat meningkat menjadi 60 juta ton pada 2025.

Sebagai informasi, dalam beberapa perdagangan terakhir harga CPO mulai melemah setelah menguat tajam sejak Oktober 2019. Penurunan harga terpicu oleh pelemahan yang tajam pada komoditas rival, yaitu minyak kedelai.

Selain itu, penurunan sawit juga dipengaruhi oleh kekhawatiran mengenai ekspor dan ketakutan harga yang mulai jenuh, sehingga mendorong para investor mengambil aksi ambil untung. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar