Pakar Hukum : Tindakan Menteri Siti Itu Bentuk Kesewenang-Wenangan

Sabtu, 19 Agustus 2017

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tidak berhak menetapkan kawasan hutan di atas lahan HGU (hak guna usaha). Apalagi, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan frasa “ditunjuk” dalam pasal 1 ayat 3 UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan telah dibatalkan sesuai keputusan No 45-PUU/IX/2011. Itu dikatakan pengamat hukum kehutanan dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Dr Chairul Huda. Putusan MK ini yang bisa menjadi dasar bagi perkebunan sawit untuk menggugat. “Dengan penetapan MK, maka semua keputusan KLHK mengenai perizinan HGU di masa lampau sudah basi dan tidak berlaku lagi,” kata Dr Chairul Huda. Malah kalau mengacu pada hukum pidana pasal 1 ayat 2 KUHP itu, jika terjadi perubahan perundang-perundangan, maka diperlukan aturan yang menguntungkan bagi terdakwa. “Kalau hal itu menguntungkan bagi terdakwa, tentunya menguntungkan juga bagi tersangka dan menguntungkan bagi terlapor,” kata Huda. Karena itu, kalau kegiatan itu dilakukan di kawasan yang ditunjuk sebagai kawasan hutan, sementara menurut UU yang sekarang bahwa untuk menentukan suatu kawasan hutan perlu lebih dari sekadar ditunjuk, maka pada dasarnya aturan baru itu lebih menguntungkan sehingga akhirnya dipergunakan. “Secara norma, hukum pidana tidak boleh berlaku surut kalau memberatkan. Tetapi hukum pidana boleh berlaku surut kalau menguntungkan,” kata Huda. Pakar hukum kehutanan DR Sadino menambahkan, keputusan KLHK yang mengatur kawasan hutan dengan menetapkan HGU dan izin sah lainnya ke dalam kawasan hutan merupakan bentuk kesewenang-wenangan. Keputusan itu mengabaikan putusan MK No 34/PUU-IX/2011 yang diputus pada 9 Juli 2012 yang mengamanatkan pengusahaan hutan oleh negara tetap wajib melindungi, menghormati dan memenuhi hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya. jss