Petani Sawit Malaysia : Prancis dan Uni Eropa Penghianat

Rabu, 13 Juni 2018

PARIS: Perancis ingin membatasi secara bertahap dengan memangkas impor minyak sawit. Itu setelah petaninya memblokir kilang di seluruh negeri sebagai protes terhadap penggunaan minyak nabati dalam bahan bakar negeri ini.

"Kami akan komit pada level Uni Eropa untuk membatasi, untuk membekukan berdasarkan total volume tahun 2017, volume minyak impor (sawit). Kami akan menguranginya secara bertahap di tahun-tahun mendatang," kata Menteri Ekologi Junior Prancis, Sebastien Lecornu di Eropa 1 radio.

Langkah itu dilakukan untuk mengurangi penggunaan minyak sawit yang dituding sebagai penyebab deforestasi di Asia Tenggara.

Ini merupakan buntut dari aksi petani Prancis yang memblokir akses ke depo minyak. Setidaknya tiga kilang diblokir dengan menggunakan kayu dan puing pada Senin (11/06/2018) sebagai bagian dari protes tiga hari atas rencana Total menggunakan minyak sawit di pabrik biofuel.

Secara terpisah, Menteri Muda Brune Poirson, yang melapor kepada Menteri Lingkungan Nicolas Hulot di Twitter mengatakan, bahwa ‘Prancis ingin menghentikan penggunaan minyak sawit dan minyak kedelai dari tahun ke tahun’.

Brune yang sedang ada di Luksemburg bersama para menteri energi Eropa untuk melakukan pertemuan membahas energi dan iklim dari blok itu kemudian merevisi topik itu.

Dia akan lakukan itu tergantung pada kondisi hutan, dan dia mengembangkan strategi untuk melawan deforestasi. Kendati dia tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Kata Hulot, tahun lalu Prancis akan mengambil langkah untuk membatasi penggunaan minyak sawit dalam memproduksi bahan bakar nabati untuk mengurangi deforestasi di negara-negara asal, tanpa merinci langkah-langkah apa yang dimaksud.

Situasi itu direspons petani kecil di Malaysia. Mereka yang merupakan produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Indonesia itu menyebut, bahwa langkah untuk membatasi ekspor minyak sawit di Uni Eropa itu diskriminatif. Dan ini merupakan ‘pengkhianatan’ bagi Prancis.

"Proposal ini adalah pengkhianatan terhadap janji yang dibuat oleh Pemerintah Prancis, juga Eropa, kepada rakyat Malaysia," kata mereka dalam pernyataan yang dikirim oleh kelompok lobi Faces Palm Oil.

"Janji-janji itu harus dihormati. Upaya untuk menyamarkan diskriminasi ini adalah tipu daya."

Seperti diketahui, Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly saat datang ke Malaysia pada Januari lalu mengatakan, bahwa Malaysia dapat ‘bergantung pada Prancis’ untuk mendapatkan dukungan atas larangan yang diajukan Eropa. – Reuters/the star/jss