Seks Caligula (11) : Raja Menyuruh Macro Panggil ke Istana

Rabu, 07 Maret 2018

Siang di taman. Burung berkicauan. Bunga-bunga liar tumbuh bermekaran. Warna-warni bak pemandangan di firdaus. Kupu-kupu beterbangan. Mereka berebutan di putik-putik benangsari, dan seliweran kian kemari. Seperti hari-hari biasanya, Drussila dan Caligula bermain-main berkejaran. Hanya yang membedakan, keduanya kini mempunyai peran. Caligula berperan sebagai burung jantan. Sedang Drussila menjadi burung betina yang dikejar-kejar. Kain putih penutup tubuh disingkap dijadikan sayap. Drussila yang menjadi sasaran terus berlari. Ia menyusuri pepohonan tinggi, dan bersembunyi di semak belukar. Saat tertangkap, keduanya pun bergulingan. Tawa dan canda menjadi musik pengiring kehidupan mereka. Hari itu, di antara batang-batang perdu, mereka sedang berpelukan dan bertindihan. Tubuh Drussila menjepit badan Caligula dengan dua kakinya. Dan tangan merangkul ketat punggung Sang Kakak. Laki-laki ini tak bisa bergerak. Ia hanya bisa membalas dengan merangkul Drussila, dan menciumi wajah serta mengkilik-kilik leher gadis ini dengan mulutnya. Ketika kaki Drussila direnggangkan, dan ia tergelak-gelak kegelian, mulut Caligula secara tak sengaja menyentuh payudara gadis ini. Laki-laki ini tiba-tiba berhenti. Ia tak lagi riang. Ia kembali terbayang keindahan tadi malam. Ia diam, dengan lembut menciumi wilayah itu. Ia sangat bernafsu. Digigitnya pelan-pelan wilayah itu. Ia menyorongkan tangan untuk menyusuri perbukitan. Sedang pinggulnya digerak-gerakkan. Caligula mulai menegang. Mulutnya ternganga. Dan gerakan mulut serta tubuhnya tambah beringas. Drussila mulai paham. Ia elus kepala Caligula. Ia benamkan secara mesra wajah Sang Kakak di dadanya. Ia tarik kain penutup tubuh depannya. Dan terbentang keindahan gadis ini. Dia bugil. Drussila berusaha menikmati setiap rangsangan. Ia bebaskan diri untuk merintih dan melenguh. Ia bantu sang kakak untuk itu. Siang di kastil. Caligula bermesraan dengan Drussila di kamar. Keduanya bak pengantin baru. Bercumbu dan bermain seks sepuas-puasnya. Tanpa perlu berpikir, bahwa mereka adalah adik dan kakak. Saat itulah pintu kamar diketuk dari luar. Ketika terbuka, muncul sesosok laki-laki gagah berseragam pasukan Romawi. Dia adalah Macro. Teman Caligula, yang datang untuk menyampaikan berita dari raja. Caligula dipanggil ke istana. Dikawal sepasukan tentara, Caligula bersama Drussila menuju istana. Mereka diundang untuk menemui raja yang memerintah, yang merupakan kakek sekaligus pembunuh orangtuanya. Dengan perasaan tak menentu, pasangan ini memenuhi panggilan itu. Saat Caligula datang, raja sedang riang di kolam renang. Puluhan gundik telanjang menemani raja yang telah renta ini. Pasukan bugil itu terdiri dari laki dan perempuan yang mengelilingi sudut ruang. Sang kakek itu tertawa senang ketika Caligula tiba. Ia memuji ketampanan dan kegagahan cucunya. Caligula meraih tangan Sang Kakek. Menciumnya, dan menundukkan badan sebagai tanda penghormatan. Ia pun dengan sikap terpuji menunggu hingga kakeknya naik dari kolam renang. Tapi saat Sang Kakek meminta Caligula untuk menari, suasana mulai nampak tegang. Yang hadir kuatir, jangan-jangan Caligula menolak, dan insiden seperti Sang Ayah kembali terjadi. Tapi ketegangan itu akhirnya cair. Caligula dengan santun mulai menggerakkan kakinya. Menari mengelilingi ruang, melakukan tepukan dan gerakan-gerakan gagah, serta menyudahi dengan menundukkan kepala tanda menghormati permintaan Sang Raja. Sang Raja pun puas. Ia naik dari kolam, dibimbing gadis-gadis cantik yang telanjang bulat. Mereka mengenakan pakaian kebesaran Sang Raja, dan mengikuti kemana langkah raja ini pergi. Saat itulah tampak, prajurit laki-laki yang telanjang bulat itu kemaluannya sudah tak utuh lagi. Mereka telah mengalami penyiksaan. Melihat itu, Caligula bergidik. Ia takut. Adakah saat itu ia masih jadi anak yang baik? (jss/bersambung)