Poros Mistik Raja Jawa (12) : Masuk Dunia Lelembut Saat Pingsan

Sabtu, 03 Maret 2018

Kejadian itu bermula dari Pasar Setan, kata Sumarno bercerita. Saat itu saya mengantar turis asal Belanda. Turis Belanda itu aneh-aneh. Mereka naik ke puncak. Setelah sampai puncak berniat melakukan terbang layang ke Yogyakarta. (Catatan : Mereka gagal terbang, karena jatuh ke kawah dan tewas). Waktu itu saya antar ke puncak. Tepat pukul 03,00 pagi saya turun menyusuri tebing kawah. Jarak kawah ke Pasar Setan sekitar 300 meter. Tapi jarak sedekat itu dibutuhkan waktu 1,5 jam. Tebalnya pasir, batu besar berserakan tak beraturan, ditambah udara dingin menggigil membuat saya susah. Kabut tebal bercampur asap, kawah bau belerang tak karuan. Konsentrasi saya pecah. Antara mencari jalan dan melawan udara dingin bercampur kabut. Saya ingat betul, pada saat itu tidak ada orang mendaki. Saya sesak napas. Kepala mulai pusing. Lalu jatuh tak sadarkan diri. Serasa masuk ke dunia lain. Tahu-tahu saya berada di kerumunan orang yang sedang melangsungkan perkawinan. Bersama yang lain saya menjadi pembantu (sinoman-Jawa). Yang aneh, walau ada kerumunan orang, tak seorang pun dari mereka terjadi komunikasi. Semuanya bekerja sesuai tugas masing-masing. Tanpa berkata-kata. Lama-lama saya merasa takut. Ingin lepas dari mereka. Melihat ada  truk pengangkut kayu, saya melompat naik dan lari. Saya tak sadarkan diri  lagi. Tahu-tahu saya sudah berada di Pos II dekat Batu Gajah Mungkur sekitar jam tiga sore. Dari situ saya tahu harus ke mana kaki melangkah. Saya turuni bukit. Tubuh sempoyongan. Dan akhirnya mendapat pertolongan. Diantar pulang sampai rumah. Tak tahunya, seluruh kampung sudah menganggap saya hilang. Orang tua saya menangis. Semua menangis. Saya pun menangis. Menurut mereka, saya hilang lima hari. Tapi perasaan saya sehari.  Itulah Merapi dan Pasar Setannya. Jangan main-main dengan Pasar Setan.  (bersambung)