Sonaf Maslete adalah bangunan warisan para leluhur di zaman dulu. Itu ketika Timor Barat masih dikuasai Suku Senak. Salahsatu suku mayoritas yang berkuasa. Suku ini yang duduk sebagai raja, menguasai semua Kafetoran. Selama pemerintahan suku ini, banyak dilakukan kegiatan ritual.
Maslete memang pusat pemerintahan. Istana tempat tinggal raja Kafetoran Bikomi yang berada di bawah pemerintahan Miomafo. Daerah ini terbagi atas delapan kafetoran. Yang meliputi Aplal dijabat oleh suku Thall, Oeltoko oleh Fam Kune, Naktimun oleh Uis Ulin, Oemuti oleh Lake, Tunbaba oleh Sakunab, dan Manamas oleh Meko.
Semua suku yang berada di bawah kekuasaan Maslete itu harus tunduk terhadap segala perintah raja. Mereka percaya, raja adalah manusia setengah dewa. Yang mempunyai kekuatan supranatural. Bisa menciptakan kesejahteraan. Mampu melahirkan bencana alam. Dan akhirnya, hanya Masletelah yang bisa dijadikan sebagai tempat memohon sesuatu.
Suku-suku yang masuk Sonaf Maslete ini terdiri atas dua puluh satu sub-keluarga yang tersebar di seluruh daratan Timor Tengah Utara. Beranggotakan 547 orang.
Animisme
Secara formal, anggota sonaf ini memang sudah memeluk agama. Namun dari beberapa ritual yang dilakukan memberi kesan, bahwa mereka masih animis. Mempercayai adanya kekuatan yang terdapat di pohon, dan benda tertentu. Malah, seorang raja dianggap sebagai tokoh sentral dalam berhubungan dengan Yang Kuasa.
Yang Kuasa yang dimaksud, mereka namakan dengan Uis Neno (Tuhan di atas sana) yang secara phisik dikenali sebagai matahari. Uis Oel (Tuhan Penjaga Air) atau kubangan air yang mengalir. Dan Uis Pah (Tuhan Penjaga Bumi) atau tanah dimana tanaman tumbuh.
Upacara untuk melakukan kontak dengan kekuatan yang berada di alam lain itu dianggap sangat penting. Sebab mereka yakin, dari kekuatan yang tak tampak itulah segalanya sudah dipastikan. Dari kegembiraan hingga musibah. Walau pun mereka sadar, ada beberapa ritual yang sangat berbahaya untuk dilakukan.
Untuk itu bisa dipahami, jika tanah kering, kegagalan panen atau pun bencana tanah longsor, misalnya, dianggap berasal dari kekuatan itu. Yang marah akibat kesalahan yang diperbuat oleh suku atas kekuatan yang dipercayai. Mereka belum berpikir, bahwa kerusakan dan bencana merupakan suatu fenomena alam. (bersambung/Djoko Su’ud Sukahar)