Tiongkok butuh setara 9,5 juta kilo liter Crude Palm Oil (CPO) sawit. Itu untuk mewujutkan program B5. Indonesia dan Malaysia melakukan sinergi untuk memenuhi kebutuhan itu.
Berdasar pertemuan Paris, Tiongkok diwajibkan menurunkan emisi karbon. Ada negara lain yang juga diwajibkan melakukan sama, yaitu Amerika Serikat, namun kemudian Negeri Trump itu mengundurkan diri.
Untuk memenuhi itu, Negeri Panda ini mencanangkan program B5. Program biodiesel campuran lima persen. Dengan program itu, maka setidaknya Tiongkok butuh pasokan minyak sawit setara 9,5 juta kilo liter per tahunnya.
Kebutuhan minyak sawit Tiongkok itu sangat tinggi. Rasanya akan ‘mengganggu’ jika hanya Indonesia yang akan memberi pasokan. Untuk itu Indonesia melakukan pertemuan dengan Malaysia, sinergi untuk memenuhi pasokan Tiongkok.
Indonesia memang negara produsen CPO terbesar dunia, disusul Malaysia. Namun jika program B5 Tiongkok itu direalisasi, maka Indonesia akan kesulitan memberi pasokan sendiri. Untuk itu Indonesia menggandeng Malaysia memenuhi kebutuhan CPO Tiongkok yang amat tinggi itu.
“Kami sepakat mendorong agar Tiongkok bisa menggunakan B5. Ini juga untuk mengurangi tradedeficit dengan Indonesia dan Malaysia, sekaligus sebagai energi yang ramah lingkungan,” kata Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, di Jakarta.
Menurut Airlangga, pihaknya baru melakukan pertemuan dengan Menteri Perusahaan Perladangan dan Komoditi Malaysia, Datuk Seri Mah Siew Keong, di Putrajaya, Malaysia.
Dalam pertemuan itu Airlangga berharap, penggunaan biodiesel di China menjadi pasar potensial untuk meningkatkan ekspor produk sawit Indonesia. Dan ini juga bisa menjadi peluang bagi pelaku industri nasional berinvestasi membangun pabrik biodiesel.
“Sawit merupakan salah satu komoditas strategis Indonesia dan Malaysia. Artinya, sukses atau gagalnya komoditas ini ada di tangan kedua negara ini sebagai pemasok 90 persen CPO ke pasar dunia,” tambahnya.
Kini Kementerian Perindustrian juga fokus mendorong pengembangan industri CPO di dalam negeri melalui hilirisasi. Itu agar mampu meningkatkan nilai tambahnya yang tinggi.
“Indonesia menghasilkan CPO mencapai 35 juta ton pada tahun 2016. Pengembangan industri hilir pengolahan minyak sawit, antara lain untuk produk minyak goreng, oleofood, oleochemical, hingga biofuel,” kata Airlangga.
Di tahun 2016, kapasitas produksi minyak goreng nasional mencapai 45 juta ton per tahun, oleofood 2,5 juta ton per tahun, oleochemical 3,5 juta ton per tahun, dan biodiesel 10,75 juta ton per tahun.
Sedang untuk ekspor CPO dan produk turunannya pada bulan Januari-Februari 2017 sebesar 4,1 juta dollar AS, mengalami peningkatan 63 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2016.
Saat pertemuan bilateral itu, kata Airlangga, kedua belah pihak juga menyepakati penguatan kelembagaan Persatuan Negara-negara Penghasil Minyak Kelapa Sawit atau Council Palm Oil Producing Countries (CPOPC).
“Dan kami mendorong agar lembaga ini bermanfaat untuk pengembangan nilai tambah atau hilirisasi di sektor industri CPO,” ucapnya. jss