PEKANBARU - Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Riau, Lichwan Hartono, menegaskan pentingnya kesejahteraan pekerja sebagai investasi jangka panjang dalam industri sawit.

Menurutnya, industri ini tidak hanya menjadi penggerak utama ekonomi daerah, tetapi juga tumpuan hidup bagi ribuan tenaga kerja tetap, kontrak, maupun harian lepas. Namun, di balik kontribusi besar itu, masih terdapat tantangan terkait perlindungan kerja, kepastian upah, serta keselamatan dan kesehatan pekerja yang perlu mendapat perhatian serius.
Hal tersebut disampaikan Lichwan Hartono dalam kegiatan Workshop PADU PERKASA, Peningkatan dan Adaptasi Dunia Usaha untuk Pekerja Sejahtera dan Kesehatan) di The Zuri Hotel Pekanbaru, Selasa (27/10/2025).

Kegiatan ini menjadi wadah kolaborasi antarperusahaan dan pemangku kepentingan guna memperkuat praktik ketenagakerjaan yang sehat, realistis, dan berkelanjutan di sektor perkebunan kelapa sawit.
Dalam sambutannya, Lichwan menyampaikan bahwa sistem kerja yang adil, transparan, dan saling menguntungkan merupakan kunci bagi perusahaan untuk membangun hubungan harmonis dengan pekerja. Ia menegaskan, kesejahteraan pekerja bukan sekadar bentuk kepatuhan terhadap regulasi, melainkan juga investasi strategis bagi keberlangsungan bisnis.
“Jangan hanya perusahaan yang sejahtera, tapi karyawan tidak. Kesejahteraan itu memberikan rasa aman, yang pada akhirnya juga mendukung produktivitas,” ujarnya.

Workshop PADU PERKASA dihadiri puluhan peserta dari berbagai perusahaan perkebunan di Riau, termasuk perwakilan manajemen, bagian SDM, serta serikat pekerja. Dalam kegiatan tersebut dibahas sejumlah topik penting, mulai dari manajemen hubungan industrial, perlindungan sosial tenaga kerja, hingga implementasi standar keselamatan kerja di perkebunan sawit.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Riau, Roni Rahmat, yang turut hadir, menekankan pentingnya kepekaan sosial dalam membina hubungan kerja. Menurutnya, hal kecil di lapangan bisa berdampak besar bila tidak ditangani dengan komunikasi yang baik.
“Sensitivitas itu harus diterapkan, baik oleh pimpinan maupun para mandor dan petugas di lapangan. Jangan sampai masalah kecil membesar karena kurangnya empati dan komunikasi,” ucapnya.
Roni menambahkan, suasana kerja yang kondusif dapat tercipta jika pekerja merasa dihargai dan memiliki rasa memiliki terhadap perusahaan. Ia menyebut, pekerja yang sejahtera akan menjadi bagian dari solusi, bukan sumber masalah.
“Kalau hubungan antara perusahaan dan pekerja dijaga dengan baik, maka apa pun kebijakan yang dibuat akan lebih mudah diterima. Ini soal membangun rasa saling percaya,” tegasnya.
Selain sesi materi, workshop juga menghadirkan studi kasus dan diskusi kelompok untuk menggali strategi penerapan prinsip berkelanjutan di perusahaan peserta. Melalui forum ini, para peserta diajak memahami bagaimana aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan dapat berjalan seimbang dalam operasional perkebunan.
GAPKI Riau berharap kegiatan ini menjadi momentum bagi perusahaan untuk berkomitmen dalam memperbaiki tata kelola ketenagakerjaan, terutama dalam hal perlindungan dan kesejahteraan pekerja harian lepas yang kerap menghadapi tantangan terbesar di lapangan.
“Harapan kami, kegiatan seperti ini tidak berhenti pada diskusi, tapi benar-benar diterapkan di tempat kerja masing-masing,” tutur Lichwan menutup sambutannya. Ia juga menegaskan, keberlanjutan industri sawit hanya bisa dicapai bila seluruh pihak, baik pengusaha, pekerja, maupun pemerintah, bergerak dalam satu arah menuju kesejahteraan bersama.
Kegiatan Workshop PADU PERKASA menjadi bukti nyata komitmen GAPKI Riau dalam mewujudkan hubungan industrial yang sehat dan produktif di sektor perkebunan kelapa sawit. Program ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antara dunia usaha dan tenaga kerja dalam membangun industri yang berdaya saing sekaligus berkeadilan sosial di Bumi Lancang Kuning.(Lin)