Cukup Tidur Bisa Bantu Remaja Atasi Stres

Jumat, 06 Maret 2020 | 08:09:27 WIB
Ilustrasi tidur. (Int)

JAKARTA - Kurang tidur mungkin merupakan masalah yang cukup rentan dialami oleh remaja. Padahal tidur secara cukup merupakan hal yang bisa berdampak positif terhadap remaja.

Sebuah penelitian terbaru mengungkap bahwa cukup tidur bisa membantu remaja tak hanya secara fisik. Hal ini diketahui bisa membantu mereka mengatasi stres secara sosial secara efisien.

Hasil penelitian ini telah dipublikasikan pada Child Development. Diketahui bahwa tidur secara cukup bisa membantu siswa dalam menghadapi diskriminasi serta melawan hal yang berhubungan dengan bias etnis dan ras.

Hal ini juga diketahui bisa membantu remaja memecahkan masalah lebih efektif dan mencari bantuan dari rekan ketika mengalami kesulitan.

"Memahami bagaimana tidur membantu remaja bernegosiasi terhadap tatangan sosial mungkin berdampak jelas mengenai bagaimana meningkatkan tidur bisa membantu remaja menyesuaikan diri pada saat SMA dan setelahnya," terang Yijie Wang profesor dari MSU.

Dibanding orang dewasa dan anak-anak, siswa SMA cenderung berisiko kurang tidur. Hal ini mereka alami karena waktu sekolah yang terlalu pagi, jadwal padat, serta meningkatnya penyebab stres secara sosial. Transisi yang mereka alami juga menambah keberagaman pada lingkungan sosial dan hubungan mereka.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat efek dari tidur dalam melawan diskriminasi. Diketahui bahwa ketika remaha tidur nyenyak, mereka bisa mengatasi pengalaman tak menyenangkan seperti diskriminasi dengan lebih baik.

"Penelitian ini tidak menyebut bahwa tidur debagai konsekuensi dari diskriminasi. Walau begitu, tim kami mengidentifikasi pengaruh diskriminasi pada hari yang sama dengan tidur di penelitian lain. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada hari ketika remaja mengalami diskriminasi ras atau etnis, mereka tidur lebih sedikit dan butuh waktu lebih lama untuk tertidur," terang Wang.

Partisipan pada penelitian ini menggunakan arloji actigraphy yang memeriksa aktivitas fisik dan melihat apakah merak tidur atau terbangun setiap hari selama dua minggu. Para siswa diminta untuk melakukan survei setiap hari sebelum tidur.

Mereka juga melaporkan pengalaman mereka di siang hari seperti diskriminasi rasial atau etnis. Selain itu diperiksa bagaimana mereka merespons stress serta kondisi psikologis mereka.

"Dibanding orangtua mereka, teman dianggap lebih terlibat dan menyaksikan pengalaman remaja pada diskriminasi etnis dan risial sehari-hari. Karena itu, mereka bisa memberi dukungan lebih langsung yang membantu dan menenangkan ketika terjadi diskriminasi," jelas Wang.

Walau begitu, masih ada perang orangtua dalam membantu anak mereka mengatasi tidur dan situasi sosial. Hal ini bisa berupa membuat peraturan mengenai jam tidur, membatasi waktu mereka bermain ponsel atau gawai, serta menyiapkan tempat tidur yang tepat.

"Efek baik dari kebiasaan tidur pada remaja ini sungguh konsisten. Hal ini menurunkan seberapa banyak remaja merenung, hal ini membantu mereka memecahkan masalah, serta membantu mencari dukungan dari teman mereka," tandas Wang. (*)

Terkini