JAKARTA – Jumlah penumpang penerbangan Indonesia diprediksi mengalami penurunan hingga 21 juta orang sepanjang 2019 dari realisasi 111 juta orang pada 2018.
Head of the Digital Economics and Behavioral Economics Study Group LPEM Universitas Indonesia Chaikal Nuryakin mengatakan angka tersebut mengacu pada penurunan jumlah penumpang sepanjang kuartal I/2019 dibandingkan dengan tahun lalu (year-on-year/y-o-y).
"Sejak Januari 2019, sebanyak 1,8 juta penumpang per bulan hilang dari pasar. Diprediksi penurunan jumlah penumpang hingga akhir tahun ini sekitar 21 juta orang," kata Chaikal.
Dia membandingkan jumlah penumpang pesawat pada kuartal 1 selama 3 tahun ke belakang. Menurut data Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, pada kuartal I/2017 jumlah penumpang sebanyak 21,87 juta orang dan meningkat menjadi 24,2 juta orang pada kuartal I/2018.
Menurutnya, realisasi penumpang pada kuartal I/2019 seharusnya mencapai 26,6 juta orang, tetapi justru turun menjadi 18,7 juta orang. Selisih penumpang yang hilang pada awal tahun ini mencapai 5,5 juta atau 1,8 juta per bulan.
Angka tersebut dijadikan sebagai acuan proyeksi kehilangan jumlah penumpang dalam 12 bulan pada tahun ini.
Jika dibandingkan dengan target pertumbuhan sebesar 26,6 juta orang, maka realisasi kuartal I/2019 turun 7,8 juta orang atau mengalami kehilangan potensi 2,6 juta orang.
Dia menyebutkan penurunan jumlah penumpang pada kuartal I/2019 terjadi akibat, tetapi tidak terbatas pada beberapa hal berikut. Pertama, Garuda Indonesia yang menghentikan penjualan tiket subclass.
Kedua, beberapa maskapai yang mempertahankan harga tiket pada saat peak season. Padahal Januari adalah awal masa low season.
Ketiga, kebijakan Lion Air Group yang menerapkan bagasi tercatat berbayar untuk Lion Air dan Wings Air. Ketiga hal tersebut mengakibatkan kenaikan harga yang dibayarkan oleh penumpang.
Di sisi lain, imbuhnya, maskapai nasional mengalami penurunan keterisian penumpang atau load factor pada periode tersebut. Padahal, kapasitas kursi juga telah diturunkan.
"Ini menunjukkan bahwa permintaannya memang berkurang. Daya beli masyarakat nggak kuat atau memutuskan untuk tidak naik pesawat," ujarnya. (*)