Regulasi

Masyarakat Sinamanenek Dapat Lahan 2.000 Hektar dari PTPN V 

Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil.

JAKARTA-Setelah sekian lama berjuang, masyarakat adat Sinamanenek, Kabupaten Kampar akhirnya mendapatkan 2.800 hektar tanah dari PTPN V. Kepastian ini disampaikan Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil.

"Untuk hari ini secara spesifik diputuskan sengketa masyarakat adat Sinamanenek di Kampar dengan PTP selesai. Ada 2.800 hektare tanah yang menjadi klaim masyarakat ulayat Sinamanenek sudah diselesaikan. PTP melepaskan kemudian nanti akan diberikan haknya kepada masyarakat tersebut," kata Sofyan Djalil di Kantor Kepresidenan Jakarta, Jumat, 3 April 2019.

Sofyan menyampaikan hal itu seusai menghadiri rapat terbatas dengan topik Percepatan Penyelesaian Masalah Pertanahan. Permasalahan masyarakat adat Sinamanenek dan PTPN V sudah berlangsung lama. Masyarakat meminta 2.800 hektare tanah ulayat yang digunakan PTPN untuk beroperasi.

LSM Riau Madani menggugat lahan 2.823 Ha milik PTP Nusantara V yang berdiri di areal kawasan hutan milik negara. Sesuai dengan SK Menteri Kehutanan, kawasan itu diperuntukkan untuk kawasan hutan tanaman industri dan dimenangkan oleh Pengadilan Negeri Bangkinang.

Selanjutnya di tingkat banding, Pengadilan Tinggi (PT) Riau juga menguatkan putusan PN Bangkinang dan melalui kasasi di Mahkamah Agung, PTPN V juga dinyatakan kalah.

Atas putusan tersebut, PN Bangkinang berencana melakukan eksekusi namun tertunda beberapa kali karena perusahaan mengancam menurunkan ribuan karyawan. Eksekusi akan mengubah kebun sawit menjadi hutan tanaman industri (HTI) seperti peruntukannya semula.

"Dalam kasus Sinamanenek, itu kan klaim masyarakat ulayat, kasus sudah lama sekali, waktu saya di Menteri BUMN sudah saya ingat, belum tuntas, baru hari ini tuntas. Kesimpulannya 2.800 hektare itu sudah pernah dibuat kebun 20 tahun oleh PTP tapi tetap digugat, hari ini BUMN melepaskannya," ungkap Sofyan.

Kementerian ATR meminta agar pemerintah daerah setempat menuliskan siapa saja warganya yang berhak atas tanah tersebut.

"Bagi masyarakat diberikan hak milik dan kami meminta pemda menulis siapa yang menerima supaya jelas siapa yang menerima, kalau berapa luas tergantung berapa yang menerima, jumlah 2.800 hektare tuntas," tambah Sofyan.

Sementera Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan bahwa PTPN V mendapat pelimpahan dari Kementerian Kehutanan tahun 1994.

"Jadi ya kita kembalikan ke Kementerian Kehutanan karena memang prosesnya dari waktu itu tidak ada HGU (Hak Guna Usaha). Pada 1994 ditanami kelapa sawit. Tapi melihat ya harus kita kembalikan ke masyarakat. Namun prosesnya, karena tadinya dari Kementerian Kehutanan harus kita limpahkan ke KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Nanti KLHK bersama BPN membagikan kepada masyarakat," kata Rini.

Pemerintah daerah pun diminta untuk mengurus pembagian tanah tersebut.

"Pembagian lahan sudah dalam proses. Karena tidak terlepas dengan 'list' nama yang harus dikonfirmasi oleh wali kota, bupati dan gubernur agar bisa dikeluarkan sertifikat, terutama adalah banyak lahan yang tak hanya BUMN tapi swasta yang memang dulu pelimpahan hanya dari (Kementerian) Kehutanan," tambah Rini.

Persoalan tanah lain yang diselesaikan dalam rapat terbatas tersebut adalah terkait kampung-kampung tua di pulau Batam.

"Seluruh tanah di Batam menurut peraturan presiden adalah wilayah Otorita Batam maka seluruh tanah di Batam diklaim sebagai HPL (Hak Penggunaan Laham) Otorita Batam, padahal di situ banyak kampung-kampung tua, kampung-kampung yang ada sebelum Otorita Batam dibentuk, ini diputuskan diberikan kepada masyarakat. Luas tanah sekitar 600 hektare," kata Sofyan.

Kampung-kampung tua itu menuurut Sofyan sudah ada sejak ulama dan pujangga Melayu, Raja Ali Haji 1808-1873.

"Sedangkan tanah masyarakat Batam yang masuk ke dalam HPL Otorita Batam sampai maksimal 200 meter akan diberikan hak kepada masyarakat," ungkap Sofyan.

Persoalan tanah lain yang terkait dengan kampung yang masuk ke dalam konsesi, menurut Sofyan dapat diselesaikan menggunakan Perpres Percepatan Pelepasan dalam Kawasan Hutan.

"Tanah kampung tua akan dilepaskan dan banyak perusahaan-perusahaan konsesi sudah melepaskan," tambah Sofyan.(rdh/ant) 
 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar