Kolom

Peter Gontha: Diskriminasi Sawit ini Juga Merugikan Investor Eropa 

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dalam misi CPOPC di Brussel, Belgia

JAKARTA- Indonesia bersama Gabungan Negara-negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC), Malaysia dan Kolombia mulai melakukan lawatan ke sejumlah negara-negara Eropa, dengan mengusung misi bersama melawan diskriminasi sawit oleh Eropa yang dituangkan dalam Delegated Act. 

Dalam pertemuan di Brussel, Belgia diketahui, keputusan Uni Eropa ini ternyata tidak hanya merugikan negara-negara produsen sawit. Namun, juga para korporasi yang melakukan investasi terutama di dalam pengembangan bio fuel untuk menggantikan bahan bakar berbasis fosil.


"Manufer politik Komisi Uni Eropa secara jelas bertujuan untuk menghilangkan minyak kelapa sawit dari pasar Uni Eropa secara sepihak bukan hanya merugikan negara produsen minyak kelapa sawit tapi juga merugikan korporasi pengguna minyak kelapa sawit di Uni Eropa yang telah melakukan investasi yang sangat besar terutamanya dalam melakukan pengembangan bio fuel untuk menggantikan bahan bakar berbasis fosil. Hal ini bertentangan dengan konstitusi Uni Eropa dan Konvensi Internasional di bidang Ekonomi dan Hak Sosial," ujar Staf Khusus Menteri Luar Negeri Peter Gontha dalam keterangan resmi, dikutip Selasa, 9 April 2019.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution memimpin delegasi Indonesia dalam Misi Gabungan Negara-negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC). Misi ini merupakan tindak lanjut dari keputusan yang disepakati dalam Pertemuan Tingkat Menteri ke-6 CPOPC yang diadakan pada tanggal 28 Februari 2019 di Jakarta.

Di dalam pertemuan ini juga telah tercapai kesepakatan bersama untuk membahas langkah-langkah diskriminatif yang ditimbulkan otoritas Uni Eropa mengenai pembatasan penggunaan Kelapa Sawit untuk Bio Fuel.

Negara-negara Anggota CPOPC memandang Undang-undang yang anti kelapa sawit sebagai kompromi politik di Uni Eropa bertujuan mengisolasi dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari sektor energi terbarukan. Ini disebut dilakukan demi keuntungan minyak nabati yang berasal dari Bunga Matahari (Sun flower) dan Rapseed maupun minyak nabati impor lainnya seperti Soya Bean oil yang kurang kompetitif. 

"Dalam pandangan kami, maksud dari undang-undang yang diusulkan ini adalah untuk membatasi dan secara efektif melarang semua minyak sawit di Uni Eropa untuk penggunaan BIO Fuel melalui penelitian yang cacat secara ilmiah dengan mempergunakan ILUC (Indirect Land Use Change) perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung," kata Peter Gontha. 

Dia menjelaskan, kriteria yang dipergunakan dalam "Delegated Act" sengaja memfokuskan minyak kelapa sawit sebagai penyebab deforestasi. Pasalnya ini dilakukan tanpa mengupayakan untuk memasukkan penelitian lingkungan yang lebih luas terkait dengan budidaya minyak nabati lainnya termasuk Rapeseed dan Soya oil.

Lebih lanjut, resolusi Undang-undang yang diajukan dipandang oleh CPOPC sebagai instrumen unilateral yang ditujukan terhadap produsen minyak kelapa sawit, yang justru menghambat pencapaian pengentasan kemiskinan dan tujuan Pembangunan Berkelanjutan Pereserikatan Bangsa Bangsa (SDGs) lainnya.

"Kami sangat menentang Delegated Act, yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai produk yang tidak memperhatikan pembangunan yang berkelanjutan karena ILUC yang 'berisiko tinggi'," katanya. 

CPOPC berpendapat bahwa UE menggunakan Undang-undang Delegated Act ini untuk memberlakukan larangan impor minyak kelapa sawit ke dalam sektor energi terbarukan yang diamanatkan UE guna mempromosikan minyak nabati yang ditanam sendiri di kawasan Uni Eropa. 

"CPOPC dengan tegas menyuarakan keprihatinan, karena asumsi-asumsi yang didasarkan pada kriteria yang tidak akurat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta 'contradictionary' bertolak belakang dengan fakta," ujar Gontha. 

CPOPC sendiri akan menyampaikan kekhawatiran Pemerintah kepada para pemimpin dan otoritas Uni Eropa. Harapannya dapat membuka jalan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak yang terkait termasuk pihak stakeholders sebagai pengguna minyak kelapa sawit dari Uni Eropa.

Hadir pula dalam misi ini perwakilan Malaysia yang dipimpin oleh Dato 'Dr. Tan Yew Chong, Sekretaris Jenderal Kementerian Industri Primer Malaysia. Kolombia yang bertindak sebagai negara pengamat, diwakili oleh Yang Mulia Felipe Garcia Echeverri, Duta Besar Kolombia untuk Kerajaan Belgia yang juga menjabat Kepala Misi Kolombia untuk Uni Eropa.(rdh/dtc)


 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar