Humaniora

Gara-Gara Ramayana, Tanah KBRI Sri Lanka Dipangkas

Tokoh Rama dan Shinta memang terangkum dalam kisah Ramayana. Bagi masyarakat Indonesia, kisah yang paling melekat adalah yang berdasar kitab itu. Tidak menyangka, bahwa ada versi lain. Ini yang menjadi bumerang bagi KBRI Srilanka di tahun 80-an.

Jika bertandang ke Colombo, Ibukota Negara Sri Lanka, dan sempat mampir ke KBRI, maka terlihat ‘kantor negara kita’ itu sangat luas. Karena luasnya, maka beberapa fasilitas yang sudah dibangun masih menyisakan halaman yang lega.

Namun jangan kaget, tanah yang luas itu ternyata hanya separuh dari jatah sebelumnya. Pada awalnya tanah KBRI teramat luas, dan karena sebuah ‘insiden’, akhirnya tanah itu dikurangi pemerintah Sri Lanka hingga tinggal setengahnya.

Peristiwa yang membuat marah Pemerintah Sri Lanka itu bak dongeng. Saat itu KBRI sedang menggelar perayaan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, pemerintah setempat diundang. Acara itu diramaikan dengan kesenian Indonesia, menyuguhkan fragmen Ramayana.

Kisahnya diambil dari Ramayana versi India, dengan tokoh sentral adalah Rama dan Shinta. Sejoli ini mewakili karakter baik, sedang Rahwana adalah sosok yang menjadi bajingan.

Tak menyangka, pagelaran ini menimbulkan huru-hara. Aksi demo rakyat Sri Lanka terjadi dimana-mana. Pemerintah Sri Lanka marah. Sempat akan memutus hubungan bilateral dengan Indonesia. Sebab, pagelaran itu dianggap melecehkan Sri Lanka.

Akhirnya permintaan maaf dilayangkan. Pemerintah Indonesia mengaku tidak tahu tentang sejarah itu. Dan sebagai jawaban Pemerintah Sri Lanka, tanah KBRI yang sangat luas itu dikurangi hingga tinggal separuh.

Menurut Abbey, budayawan Sri Lanka, Indonesia memang dianggap kurang ajar. Sebab kisah Rama dan Shinta yang dipagelarkan itu versi India yang beragama Hindu. Padahal Sri Lanka dengan etnis Sinhala yang memerintah adalah beragama Buddha.

Celakanya, kisah Rama dan Shinta ini menyangkut India dan Sri Lanka. Kisah itu sangat berbeda alur ceritanya. Rama dan Shinta dianggap bukan sosok yang baik di Sri Lanka. Rama disebut sebagai lelaki tidak bertanggungjawab. Menista istri.

Terus versi Sri Lanka? “ Rahwana itu adalah penolong. Dia menolong Dewi Shinta yang disia-sia suaminya. Selama sepuluh tahun di Alenka, Rahwana tidak ngapa-ngapain. Dewi Shinta tetap suci. Sebagai raja Alenka, kalau mau cari perempuan cantik aja kan gampang. Ini yang perlu diluruskan, “ katanya berapi-api.

Wah ! Ini kalau kita lupa dengan pendekatan budaya. Semua bisa kacau hanya karena persoalan yang kita anggap sepele. Djoko Su’ud Sukahar


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar