Humaniora

Trusmi Itu Ternyata Kiai Pengajar Tarekat

Mengapa Trusmi yang menjadi kawasan sentra Batik di Cirebon? Rupanya sejarah desa ini tak bisa dilepaskan dengan keberadaannya saat ini.

Konon, desa ini lahir pada abad ke-14 yang dipimpin oleh seorang Kiai bernama Trusmi. Selain mengajar ngaji dan pendidikan agama, kiai ini juga memberi bekal dunia bagi warganya berupa kepandaian membatik.

Sejak pertama kali muncul hingga hari ini, pembatik Trusmi didominasi oleh kaum laki-laki. Dengan berlalunya waktu, penduduk Trusmi mengalami perubahan dan pergeseran.

Berbagai budaya bercampur dan mempengaruhi, namun hingga kini sekitar 70% pembatik Trusmi adalah muslim taat yang masih menjalankan ajaran-ajaran tarekat yang dibentuk oleh Kiai Trusmi.

Keadaan alam Trusmi tampaknya ikut mendukung niat baik Kiai Trusmi untuk memajukan warganya. Air yang berasal dari sumber dan mata air Desa Trusmi sangat baik untuk proses pembatikan, khususnya pewarnaan.

Warga desa masa lalu memahaminya sebagai anugerah Sang Pencipta yang diturunkan khusus bagi mereka. Namun dengan ilmu pengetahuan, kini mereka telah mengetahui bahwa anugerah itu berupa pH atau derajad keasaman air yang ideal bagi pewaranaan kain. Dengan demikian, warna yang dihasilkan batik akan tampak cerah dan nyata.

Meski ketenarannya masih di bawah batik klasik Jawa Tengah, batik Trusmi ternyata telah mendapatkan tempat di hati pecinta batik. Baik di dalam negeri maupun mancanegara.

Minat yang besar ini kian ditunjukkan dengan berhasilnya motif batik Cirebonan menjuarai Lomba Cipta Selendang Batik Internasional tahun 1997, sebagai pemenang pertama. Setelah kemenangan ini, motif Cirebonan kian banyak dijumpai di butik, galeri seni atau pasar tradisional dengan harga yang bervariasi. iz/js


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar