Politik

Burung Surga (50) : Berbahaya Ulama yang Dekat Kekuasaan

Desakan nyonya ayu Zaenab pada Ki Bayan tidak bisa ditolak. Apalagi  itu titah ratunya.  Bayan yang cerdik itu pun memulai kisahnya. Raja Muktasim adalah seorang raja adil yang menegakkan hukum dengan tegas serta welas asih terhadap rakyat kecil. Ia keturunan ke-37 dari sahabat nabi yang bernama Abbas radliyallahu anhu. Kisahnya dimulai pada masa Raja Muktasim berkuasa dari dinasti Usman. Pada masa itu tersebutlah seorang pandito masyhur yang dikenal dengan nama Syekh Syihabudin. Ia kuat hidup menderita. Ilmunya luas dan telah mencapai makrifat. Serta tak ada yang meragukan pemahamannya tentang semua kitab. Kini ia sedang uzlah. Menyepi di puncak gunung. Jauh dari kesibukan. Berita kemasyuran Syekh Shihabudin itu menarik perhatian sang raja. Ia ingin membuktikan kebijakan sang pandito. Bertemulah keduanya di puncak pertapaan Sang Syekh. Karena tertarik pada bukti kemasyhuran sang pandito syekh, raja pun berguru pada Syekh Syihabudin. Setiap saat sang raja datang ke padepokan Syekh. Suatu saat Raja Muktasim meminta sang guru mau pindah dekat istana. Itu agar bisa menerangi kerajaan dan rakyat Baghdad. Sang Raja menjelaskan, jika padepokan sang guru berada di dekat istana, kapan saja ia bisa berguru. Siang atau malam. Syekh Syihabudin dengan hormat mengatakan, ia akan patuh dan memenuhi segala permintaan sang raja. Asal jangan yang satu ini. Dirinya hanya seorang fakir yang tidak punya tata krama istana. Tidak patut. Berada di sini dan di sana sama saja, karena semuanya bagi Allah adalah hasil dari doa dan juga pujian. Mendengar jawaban Sang Syekh gurunya, Raja Muktasim pun mahfum. Tidak berani memaksa. Dengan tutur manis Sang Raja tetap membujuk. Mencoba melunturkan hati sang guru. Syekh tahu betul betapa kuatnya kehendak raja. Namun sang guru ingat sejarah, jika seorang ulama itu terlalu dekat kekuasaan, hampir pasti akan menimbulkan banyak persoalan. Namun Raja Muktasim tak kalah meminta. Hingga akhirnya setelah sekian lama dibujuk dan kuatnya kehendak raja, Sang Syekh Syihabudin pun memenuhi kehendak Raja. Perubahan sikapnya itu didasari ajaran, bahwa patuh kepada Raja adalah sebuah kewajiban rakyat yang hidup di negeri bawahan Raja. Singkat cerita sang guru lalu pindah ke padepokan baru yang dibangun berdampingan dengan istana raja. (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar