Politik

Masuk Kampung Naga (3) : Dilarang Mendirikan Rumah Tembok

Kampung Naga adalah sebuah perkampungan kecil di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Priangan Timur. Tempat ini memiliki daya tarik tersendiri, terutama bagi wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Pasalnya, adat kebiasaan suku ini sangat unik. Dalam kehidupan keseharian, suku ini sarat dengan berbagai larangan. Kampung ini berada di Barat Kota Tasikmalaya. Untuk mencapainya harus menelusuri jalan raya terusan Garut. Lokasinya berada di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Persis di pinggir, di bawah jalan raya antara Tasik dan Garut. Untuk menuju ke Kampung Naga tidaklah sulit. Bisa menggunakan kendaraan pribadi atau umum. Hanya, jika sudah sampai di tujuan, maka pengunjung harus berjalan kaki menuruni anak tangga beton. Saat  mengunjungi daerah ini sempat menghitung anak tangga (trap) yang harus didaki. Jumlahnya sekitar 144 trap. Antara trap satu dan yang lain setinggi 20 centimeter. Jadi, kalau dihitung, artinya tinggi kawasan ini mencapai 29 meter. Masyarakat Kampung Naga sebenarnya sama seperti masyarakat sekitarnya, bersuku dan berbahasa Sunda. Tetapi adat-istiadatnya jangan ditanya lagi. Mereka berpegangan kuat, meski kemajuan zaman siap menggilasnya. Sampai sekarang, mereka tetap berpegang teguh kepada adat kebiasaan nenek moyangnya. Ini diwariskan dan dijalankan secara turun-temurun pada kelompoknya. Berdasar pengamatan, Kampung Naga tidak bisa dibilang terbelakang. Itu terlihat dari  pergaulan mereka dengan masyarakat luar, dan cara berpakaiannya. Aktifitas sehari-hari suku yang menganut agama Islam ini pun tak beda dengan masyarakat lain di sekitarnya. Keunikan Kampung Naga ini tak terlalu banyak, hanya terlihat dari bentuk pembuatan rumah tempat tinggalnya, tradisi pembagian harta waris yang masih mengikuti tradisi lama yang berasal dari nenek moyang leluhurnya, dan beberapa tradisi yang lain. Di Kampung Naga dilarang mendirikan bangunan dari bahan tembok. Dengan begitu tak perlu heran kalau di tempat itu tak satu pun ada bangunan gedung. Semua bangunan itu menggunakan kayu dan bambu, atapnya dibuat dari ijuk. Dengan potongan model memanjang seperti gerbong kereta api. Di atas  atap depannya dipasang dua buah tanduk seperti tanduk Naga. Selain itu, bangunan tak boleh model jure. Bahan tembok hanya bisa dipergunakan untuk pembuatan pinggir-pinggir kolam, selokan dan tangga yang dipakai sebagai jalan. Bentuk rumah harus memanjang antara Barat-Timur menghadap ke Utara atau ke Selatan. Dilarang membuat rumah model L. Dan yang menarik, di kampung ini tak terdapat listrik. Menurut keterangan Ateng (45) sebagai kuncen,  soal listrik bukan dilarang. Namun penerangan itu tak digunakan. Alasannya karena khawatir terjadi kebakaran. Sebab atap rumahnya dibuat dari bahan ijuk yang gampang terbakar. Selain itu, di atas atap rumah masing masing disimpan bahan-bahan kerajinan tangan (anyaman) terbuat dari irisan bambu untuk membuat alat-alat dapur lainnya dan untuk hiasan dinding rumah. Semua itu sebagai mata pencaharian suku asli Kampung Naga Tasikmalaya. Sesuai dengan kemajuan zaman, alat-alat hiburan seperti radio dan TV telah ada disana. Sebab barang-barang itu tak dilarang. Masalah pekerjaan tidak terlalu jauh dengan masyarakat pada umumnya. Mereka ada yang bekerja di luar seperti menjadi sopir kendaraan angkutan umum, malah sudah ada yang menjadi pilot.(jss/dh/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar