Politik

Tofan Mahdi : Saya Berangkat Dari Nol di Sawit

TIDAK terbersit sedikit pun di benak Tofan Mahdi bahwa dirinya akan menggumuli dunia public relation (PR). Maklum, waktu kecil layaknya anak-anak kecil lain, ia pun bermimpi menjadi pilot. Setelah dewasa, takdir pun membawanya ke dunia jurnalistik. Profesi wartawan sempat dilakoni 12 tahun, tapi akhirnya dia mengalami titik jenuh. Sampai akhirnya, dia mendapat tawaran sebagai Head of Public Relation di PT Astra Agro Lestari Tbk. (Grup Astra). Bak mendapat durian runtuh, tawaran bekerja di anak perusahaan Astra yang bergerak di bidang perkebunan sawit itu segera disambarnya. “Tahun 2009, saya mendapat tawaran kerja dari salah seorang direktur Astra International untuk bergabung sebagai Head of Public Relation PT Astra Agro Lestari Tbk. Sekarang beliau sudah pensiun,” kenang pria kelahiran Pasuruan, 21 Oktober 1974, itu. Diakui oleh lulusan S1-FE Universitas Muhammadiyah Jember itu, dia melangkahkan kaki ke ranah sawit dari titik nol. “Tidak ada background sama sekali tentang sawit, baik itu pendidikan akademis maupun saat liputan sebagai wartawan tidak pernah meliput tentang pertanian atau sawit,” ujarnya. Dijelaskan Tofan, dulu dia menapaki tangga karier jurnalis di Jawa Pos selama 12 tahun dari berbagai posisi, yaitu mulai dari calon reporter, reporter, redaktur, hingga Wakil Pemimpin Redaksi (tahun 2007) dan Direktur Pemberitaan SBO TV (Grup Jawa Pos). Kepada Sawitplus.com dia menyebut kuncinya dari semua itu bisa dipelajari. Asal tekun dan bekerja keras. “Setelah masuk ke Astra Agro, saya mendapat training di dalam dan luar negeri untuk mengasah kemampuan soal corporate communication dan media handling,” ucapnya. Dunia PR dan media itu dekat, tapi jauh. Dekat dalam pengertian stake holder komunikasi adalah media. Dalam hal itu hubungan berarti dekat karena harus menjalin komunikasi secara intensif dengan media. Di sisi lain, tugas dan tanggung jawab seorang PR dengan media adalah sama sekali berbeda. Bahkan, seperti bumi dan langit. “Jika media harus mengungkapkan fakta kepada publik menurut apa yang mereka kehendaki, sementara seorang PR harus menyediakan atau menyampaikan sebuah fakta yang apa adanya,” tukas Tofan. Misalnya, dalam konteks kebakaran hutan. Baru-baru ini industri kelapa sawit disudutkan sebagai pelaku kebakaran. Padahal, faktanya kebakaran yang terjadi di lahan perkebunan kelapa sawit kurang dari 10 persen dari total lahan yang terbakar. Justru sebanyak 25% kebakaran terjadi di dalam konsesi perusahaan non sawit, sedangkan sisanya terjadi di lahan masyarakat dan area taman nasional yang berada di bawah pengelolaan dan pengawasan pemerintah. Data tersebut dirilis Global Forest Watch (GFW) tahun 2015, sebuah LSM internasional yang bermarkas di Amerika Serikat. Memimpin tim komunikasi, baik di perusahaan maupun di GAPKI dalam konteks industri kelapa sawit nasional, tugas utamanya adalah membangun persepsi publik yang lebih baik tentang industri kelapa sawit. Sebab selama ini ada upaya sistematis untuk mendiskreditkan industri kelapa sawit baik terkait dengan isu lingkungan, sosial kemasyarakatan, hingga masalah masalah lain yang muara akhirnya untuk menurunkan daya saing induetri kelapa sawit nasional. Menurutnya, industri sawit nasional merupakan satu-satnya industri di Indonesia yang bisa nomor satu di dunia internasional. Lihat saja, Indonesia memproduksi 31,5 juta ton CPO dan Malaysia sekitar 20 juta ton. Ekspor CPO Indonesia ke berbagai negara seperti China, India, Pakistan dan Eropa. Dari total produksi 31,5 juta ton itu sebesar 23 juta ton untuk ekspor dan sisanya untuk pasar domestik. Rata-rata pertumbuhan ekspor CPO mencapai 10% per tahun. Memang setelah di Astra Agro dan GAPKI, Tofan yang dulu tidak mengenal dunia sawit kini boleh dibilang piawai soal industri CPO. Dulu divisi PR adalah bagian dari investor relation division di PT Astra Agro Lestari Tbk. “Tapi, sejak saya masuk bulan Mei tahun 2009, PR menjadi divisi tersendiri. Artinya, kesadaran komunikasi di perusahaan sawit semakin berkembang. Saya juga perintis bidang komunikasi di GAPKI,” katanya. Ke depan, Tofan memiliki cita-cita mulia. Dia ingin sawit menjadi garda terdepan di industri komoditas. “Saya juga bercita-cita persepsi masyarakat tentang sawit baik. Mulai dari anak-anak, pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, pekerja, profesional, pakar dan lainnya. Industri ini harus didukung bersama bangsa Indonesia. Sebab, sawit adalah industri strategis. Apalagi, sampai hari ini ada 20 juta orang yang hidup dari sawit,” ucjarnya menutup pembicaraan. mel


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar