Politik

Mistisisme Suku Anak Rimbo (4-Habis) : Memberi Bekal Hidup Orang Mati

Lain halnya jika mereka menanam karet di tempat yang lama. Biasanya akan ditengok dua hingga tiga tahun kemudian, tergantung pada posisi dan jasa pada kelompok. Makin besar pengaruh dalam kelompok, masa untuk kembali makin lama. Namun, tanaman ini sekaligus mengikat mereka untuk kembali. Orang Rimba lain biasanya boleh menjadikan sebagai genah (tempat tinggal) tapi tidak berhak memiliki karet itu. Keadaan mereka yang melangun biasanya amat memprihatinkan. Orang Rimba berjalan tanpa kepastian, bahan pangan yang memadai, terutama jika berada di kawasan yang hutannya sudah rusak. Mereka hanya mengandalkan benor (ubi hutan) dan buah-buahan hutan, ikan dalam ukuran kecil, dan sedikit -malah sering mendapat yang sudah keracunan, dituba orang desa- untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk mengharapkan louk godong (lauk besar = babi, rusa, kijang, dll) hampir tidak mungkin, karena jarang ditemui di hutan yang sudah rusak. Kecuali babi hutan yang masih bisa ditemui dekat kebun kelapa sawit. Ketika hutan di Taman Nasional Bukit 12 masih utuh, mobilitas melangun dilakukan dalam bentuk perjalanan panjang dari Barat menuju ke Timur, atau dari Utara ke Selatan, dan sebaliknya, sesuai lokasi kematian terjadi. Kini mobilitasnya menurun, mengingat Bukit Duabelas kian menyempit dan kerusakannya meningkat. Mau tidak mau Orang Rimba menyesuaikan pada upaya bagaimana agar tradisi melangun sejalan dengan kelangsungan hidup mereka yang ditinggalkan. Tradisi melangun juga bisa merefleksikan situasi sosial dalam kelompok Orang Rimba. Setiap anggota kelompok dapat mendekatkan diri atau menjauhkan diri dari ikatan kelompoknya, dengan berbagai alasan konflik atau pelanggaran-pelangaran adat yang terjadi. Jika komposisi anggota suatu kelompok terlalu stabil dalam waktu relatif lama, mereka akan semakin rentan terhadap berbagai konflik, terutama karena ketersediaan sumber daya yang semakin menipis. Melangun menjadi alasan terbaik untuk menjauhkan diri dan bergabung dengan kelompok lain. Situasi ini dapat terjadi dengan beberapa pertimbangan. Misalnya menghindari konflik dalam kelompok asal, karena antipati pada pimpinan kelompok atau anggota yang lain, merasa kurang beruntung dalam memperoleh sumber makanan, atau ingin mempunyai suasana kehidupan yang sama sekali baru. Bisa juga dengan alasan, ingin mendapat kesempatan yang lebih besar dalam mencari pasangan. Dengan kata lain, melangun merupakan tahapan transisi. Pada waktu itu tercipta keseimbangan baru untuk memperbarui tatanan sosial antar kelompok-kelompok Orang Rimba. Di balik tradisi ini banyak sekali makna yang diberikan setiap aktor dalam kelompok, sehingga melangun tak ubahnya menjadi sebuah sarana dan justifikasi atas tindakan yang dimaknai secara luas. Karena itu, tradisi melangun tetap bertahan, meski sudah terjadi banyak perubahan dalam kehidupan Orang Rimba. Suku Anak Rimbo membutuhkan pembinaan dan perlindungan dari pemerintah. Kebersihan dan kesehatan Anak Rimbo tergolong buruk. Selain itu, Anak Rimbo memerlukan tempat untuk komunitas mereka. Sebagian tergusur dari hutan tempat pemukiman mereka karena hutan itu oleh pemerintah dijadikan areal perkebunan dan transmigrasi.(dian/jss/Habis)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar