Harga CPO Bisa Turun Akibat Pernyataan BPK

Sabtu, 24 Agustus 2019

Ilustrasi CPO. (Int)

JAKARTA - Pernyataan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang 81 persen perusahaan kelapa sawit tidak mematuhi regulasi pemerintah dianggap dapat menjadi bumerang di kemudian hari.

Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis berkelanjutan (FP2SB) Achmad Manggabarani mengatakan lembaga pemerintah perlu menahan diri dengan tidak membuat pernyataan kontroversial yang dapat membuat harga sawit kian terpuruk di pasar global.

“Ini bukan soal benar atau salah, tapi harus dilihat dan dipertimbangkan dasar regulasi yang dipakai agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi dan menjadi keterlanjuran yang sulit diperbaiki. Apalagi semua regulasi tidak berlaku surut. Di sisi lain, pemerintah tengah bekerja keras membangun kampanye positif sawit di pasar global,“ kata Manggabarani di Jakarta, Sabtu (24/8/2019).

Menurutnya, berbagai persoalan lahir akibat regulasi yang berubah seperti kewajiban plasma 20 persen, kepemilikan Hak Guna Usaha (HGU), dan sejumlah  regulasi yang bersinggungan dan tidak sinkron antara satu kebijakan dan kebijakan lain.

Manggabarani menjelaskan kewajiban membangun dan bermitra dengan plasma ada sejak tahun 2007 seiring terbitnya Permentan No 26/2007. Permentan itu mengacu kepada UU No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yang mengamanatkan Perkebunan Besar Swasta (PBS) maupun Perkebunan Besar Nasional (PBN) membangun plasma sebesar 20 persen dari luas konsesi.

“Jadi swasta yang membangun kebun sebelum tahun 2007 tidak wajib membangun kebun plasma, karena memang tidak ada aturan yang mewajibkannya. Apalagi Permentan tersebut tidak berlaku surut. Sayangnya, ada persepsi yang keliru seolah-olah banyak PBS dan PBN tidak mentaati peraturan tersebut,” kata dia.

Selain itu ada instansi yang mengatur bahwa plasma 20 persen dihitung berdasarkan luasan HGU, namun ada pula yang mengatur berdasarkan dari luasan areal yang ditanam.

“Persoalan ini juga menjadi tidak mudah karena Kementerian Pertanian mensyaratkan lahan plasma harus berada luar HGU. Padahal untuk mencari lahan di luar HGU yang clear and clean bukan persoalan yang mudah karena adanya ketimpangan penguasaan lahan," katanya.

Dia menyarankan agar BPK sebaiknya memanggil perusahaan-perusahaan yang dianggap melanggar sejak awal menemukan adanya indikasi pelanggaran sehingga masalahnya tidak melebar. (*)