Pemerintah Mesti Pertimbangkan Investasi untuk IMEI

Senin, 15 Juli 2019

(Int).

JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Ririek Adriansyah meminta pemerintah turut memikirkan mengenai investasi peralatan untuk pemblokiran IMEI yang dibebankan kepada operator. 

Dia mengatakan perlu ada analisa yang komprehensif dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. 

"Investasi alat pemblokir itu yang harus dilihat juga jangan sampai nanti membebani industri secara berlebihan," kata Ririek di Jakarta, Senin (15/7/2019). 

Ririek juga meminta agar kebijakan tersebut melindungi kepentingan masyarakat mengingat sejumlah masyarakat telanjur membeli gawai dengan IMEI ilegal dari Black Market (BM). 

Meski demikian, Ririek mengatakan secara keseluruhan operator seluler siap mendukung langkah yang diambil oleh pemerintah. 

Sebelumnya, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kemkominfo RI, Ismail menegaskan dalam penerapan aturan validasi International Mobile Equipment Identification (IMEI) pada ponsel-ponsel ilegal, operator seluler tidak akan diberi insentif apapun.

Menurut Ismail, insentif yang diberikan hanyalah penghargaan bahwa operator taat pada peraturan yang ada. Adapun mengenai pengadaan peralatan baru yang harus dikeluarkan untuk memblokir IMEI ilegal, menjadi tanggung jawab operator seluler.

“Mereka [operator seluler] berbisnis di Indonesia, setiap bisnis itu, setiap punya lisensi ada hak dan kewajiban,” kata Ismail.

Ismail menambahkan hak operator seluler adalah mendapat keuntungan dari masyarakat, adapun kewajiban yang harus mereka penuhi, salah satunya  adalah pemblokiran IMEI ilegal yang datanya berasal dari pemerintah.

Di samping itu, sambungnya, Kemenkominfo juga telah memperhitungkan manfaat dan besar biaya yang harus ditanggung oleh operator seluler, hasilnya nilai investasi menurut Kemenkominfo masih memadai untuk ditanggung.

Ismail menjelaskan dalam perjalanan berbisnis di Indonesia, ada kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan, entah kewajiban tersebut tertuang di awal, di tengah atau di akhir perjalanan bisnis, sehingga munculnya kebijakan mengenai IMEI adalah hal yang wajar.  

Ismail menampik bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah membebani industri telekomunikasi dengan kebijakan IMEI ini. Dia berpendapat bahwa kebijakan IMEI justru membantu industri dalam mengumpulkan data pengguna seluler yang aktif.

“Secara umum ini akan menyehatkan industri karena operator bisa mengetahui pengguna mereka sehingga dalam menganalisis data akan lebih tajam,” kata Ismail. (*)