Stok Melimpah, Harga CPO Anjlok Lagi

Kamis, 23 Mei 2019

JAKARTA- Kelembihan stok kembali menjadi penyebab amblasnya harga minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dalam dua hari terakhir. 

Setelah amblas pada perdagangan Selasa, 21 Mei 2019 hingga 1,95 persen, pada perdagangan Kamis, 23 Mei 2019, harga komoditas unggulan Indonesia dan Malaysia untuk kontrak pengiriman Agustus di bursa Malaysia Derivatives Exchange tak berdaya, dan anjlok hingga 1,46% ke posisi MYR 2.027/ton.

Sedangkan pada hari Rabu (22/5/2019) bursa di Malaysia tutup karena ada libur memperingati Nuzulul Qur'an.

Sudah sejak lama inventori minyak sawit di Malaysia telah membebani harga CPO global. Bahkan pada akhir tahun 2018, stok minyak sawit Negeri Jiran mencapai 3,21 juta ton atau yang tertinggi dalam 19 tahun terakhir.

Itulah yang membuat harga CPO sepanjang tahun 2018 melemah hingga 16%.

Sementara pada bulan April 2019, inventori minyak Malaysia masih tercatat sebesar 2,7 juta ton. Memang sudah berkurang 6,8% dari posisi bulan Maret 2019 yang sebesar 2,9 juta ton. Akan tetapi masih lebih tinggi 28% dibanding April 2018.

Sebenarnya ada indikasi peningkatan ekspor yang cukup pesat di bulan Mei ini. Berdasarkan pantauan dua suveyor kargo (Societe Generale de Surveillance dan Amspec Agri Malaysia) ekspor minyak sawit Malaysia sepanjang 1-20 Mei 2019 meningkat pada kisaran 5,6%-8,66% dibanding periode yang sama bulan sebelumnya.

Namun pelaku pasar memprediksi produksi sepanjang bulan Mei akan melampaui pertumbuhan ekspor sehingga inventori kemungkinan besar akan naik lagi.

Bila benar terjadi, maka harga CPO akan mendapat tekanan yang cukup kuat. Rilis data resmi akan dilakukan bulan Juni oleh Malaysia Palm Oil Board (MPOB).

Selain selain inventori, harga minyak bumi yang amblas juga memberi tarikan ke bawah pada pergerakan harga CPO.

Pada sesi perdagangan hari Rabu (22/5/2019), harga minyak jenis Brent melemah hingga 1,65%, sementara light sweet (WTI) terjun 2,49%.

Minyak sawit merupakan salah satu bahan baku FAME yang digunakan sebagai campuran biosolar yang menjadi substitusi solar konvensional. Maka saat harga minyak bumi melemah, harga CPO pun mendapat sentimen negatif.

Di samping itu semua, sentimen perang dagang juga berpotensi membawa harga CPO lebih rendah lagi. Pasalnya China sudah mengumumkan kenaikan bea impor yang bervariasi antara 5%-25% untuk produk Amerika Serikat (AS) senilai US$ 60 miliar. Salah satu komoditas yang masuk dalam barang-barang tersebut adalah produk agrikultur, termasuk kedelai.

Bahayanya China merupakan pembeli utama kedelai AS. Sehingga adanya tarif akan membuat impor kedelai China dari Negeri Paman Sam akan turun secara signifikan. Pasokan minyak kedelai AS pun akan meningkat dan membuat harganya menjadi semakin melemah.

Minyak kedelai yang juga merupakan substitusi minyak sawit tentu akan membawa pengaruh negatif pada pergerakan harga CPO.(rdh/net)