Darmin : Indonesia akan All Out Perjuangkan Sawit di Eropa 

Jumat, 15 Maret 2019

JAKARTA-Keputusan Komisi Uni Eropa yang menolak penggunaan sawit untuk bahan bakar, dikatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution masih ada upaya Indonesia sebagai salah satu negara penghasil sawit untuk melakukan perlawanan. 

Dikatakan Darmin, Indonesia akan all out memperjuangkan sawit di Eropa, dan awal April Indonesia akan bertolak ke Eropa untuk meyakinkan masing-masing negara yang tergabung dalam komisi Uni Eropa.

Langkah ini ditempuh, karena masih ada satu tingkatan lagi, yakni negara-negara yang tergabung dalam Komisi Uni Eropa akan memberikan pendapat mereka tentang sawit. "Disinilah kita akan meyakinkan masing-masing negara yang menjadi anggota Uni Eropa. Kalau Eropa maju terus ya kita juga akan berjuang terus, " ujar Kemenko Darmin Nasution di Kemenko Perekonomian, Kamis (14/3/2019) malam seperti yang dikutip dari Bisnis 

Lantas, untuk meyakinkan masing-masing negara anggota Uni Eropa tersebut, Pemerintah Indonesia akan segera pergi ke Eropa pada awal April ini.

"Kita akan pergi juga ke Eropa awal awal April ini. Artinya kita tidak akan menunggu nunggu lagi. Kita akan berusaha menyampaikan posisi kita pada mereka, kepada masing-masing negara anggota Uni Eropa," tegasnya.

Pihaknya pun berharap upaya tersebut membuahkan hasil. Pasalnya, hanya hal itulah kesempatan yang dimiliki Pemerintah Indonesia saat ini.

Sebelumnya diketahui bahwa Komisi Uni Eropa memutuskan bahwa kelapa sawit mengakibatkan deforestasi berlebihan. Karenanya, penggunaannya untuk bahan bakar kendaraan bermotor harus dihapus.

Komisi UE telah menerbitkan kriteria untuk menentukan komoditas apa saja  mengakibatkan kerusakan hutan dan lingkungan. Upaya ini dilakukan sebagai bagian dari undang-undang baru UE untuk meningkatkan energi terbarukan menjadi 32 persen pada 2030 mendatang.

Komisi UE berkesimpulan bahwa 45 persen dari ekspansi produksi minyak sawit sejak 2008 silam telah mengakibatkan kerusakan hutan, lahan basah atau gambut, dan pelepasan gas rumah kaca yang dihasilkan.

Akan tetapi, persoalannya, keputusan tersebut berseberangan dengan kepentingan produsen sawit utama di dunia, seperti Indonesia dan Malaysia.(rdh)