ATR BPN: Kawasan Jantung Kalimantan Masuk Tahap Legislasi

Ahad, 10 Maret 2019

Heart of Borneo

JAKARTA-Kalimantam sebentar lagi akan memiliki landasan hukum di dalam perlindungan kawasan konservasi, terutama konservasi dala, kawasan jantung Kalimantan. 

Dikatakan Direktur Tata Ruang, Ditjen Perencanaan Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Aria Indra Purnama,  pemerintah sedang mengupayakan Peraturan Presiden tentang Tata Ruang Dalam Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi Dalam Kawasan Jantung Kalimantan.

"Kawasan Strategis Nasional Jantung Kalimantan atau disebut sebagai Kawasan Jantung Kalimantan telah masuk pada tahap ke-6 pada proses legislasi," ujar Aria di Bakoel Koffie, Cikini, Rabu, 5 Maret 2019, akhir pekan lalu seperti dilaporkan Bisnis.

Perpres itu bisa menjadi landasan hukum perlindungan atas sejumlah permasalahan di kawasan konservasi. Aria mengaku ada sejumlah sektor yang akan sangat beririsan dalam perumusan Perpres tersebut. Dia menyebut, ada soal ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi, yang terakhir pertahanan dan keamanan.

Ada pun penetapan Perpres itu masih menanti tandatangan dari 6 kementerian terkait yakni; Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Perhubungan.

Aria menyebut tidak terlalu banyak masalah didapatkan dari pemerintah pusat. Sebaliknya, kendala yang ada saat ini adalah data sinkronisasi tata ruang dari pemerintah daerah. Selain itu, proses penataan ruang menjadi sulit karena tumpang tindihnya aturan yang sudah berlaku lintas sektor.

Kerap kali, aturan yang dikeluarkan dari satu instansi atau pemerintah daerah sangat kontradiktif antara satu dengan yang lainnya sehingga membutuhkan waktu ekstra untuk harmonisasi.

Selain itu Aria mencatat perlu ada perumusan lebih lanjut terkait konsep pemberdayaan ekonomi. Ada pun misi yang tepat untuk pembangunan di wilayah konservasi adalah ekonomi inklusif, yang melibatkan masyarakat adat. Pembangunan juga harus dipastikan lebih efisien dan ada mekanisme pengendalian limbah.

Selain soal pengembangan eco-tourism, Aria menyebut perlunya pemberian insentif bagi 10 kabupaten konservasi. Calon penerima insentif itu misalnya Kabupaten Sintang, Melawi, dan Kapuas Hulu di Provinsi Kalimantan Barat. Lalu Kabupaten Katingan, Gunung Mas, Barito Utara, dan Murung Raya di Provinsi Kalimantan Tengah. Terakhir, Kabupaten Malinau, Nunukan, dan Kutai Barat di Provinsi Kalimantan Timur.(rdh)