RED II, Ketua Gapki: Ini Harus Jadi Perhatian Serius Semua Pihak

Rabu, 27 Februari 2019

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono saat membuka Andalas Forum di Batam.

JAKARTA- Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, persoalan tuduhan Indirect Land Use Change (ILUC) bagian dari European Union’s Renewable Energy Directive II (RED II) harus menjadi perhatian serius semua pihak, baik pelaku usaha maupun pemerintah. Pasalnya apabila pembatasan ekspor CPO ke Uni Eropa akan berdampak besar terhadap kinerja perdagangan.

"Kami memutuskan untuk merespon RED II. kami masih diskusi dengan berbagai pihak untuk meresponnya. Industri pun akan berkoordinasi dengan Kementrian Luar Negeri sebagai representasi suara Indonesia. Jadi kita harus terkoordinasi untuk menyusun responnya," katanya. Selasa, 26 Februari 2019 di Jakarta.

Joko mengatakan RED II ini akan menganggu ekspor biodiesel bahkan CPO ke pasar Uni Eropa. Ekspor biodiesel dari 164.000 kiloliter pada 2017 meningkat 851% menjadi sekitar 1,56 juta kiloliter pada 2018.

Dengan berlakunya RED II, CPO sebagai penyuplai utama biodiesel tidak akan memenuhi syarat pasar Uni Eropa akibat ada tuduhan ILUC dan deforestasi. Jadi baik, ekspor dalam bentuk biodiesel maupum CPO akan terganjal. Adapun batas akhir penggunaan CPO di Uni Eropa sampai 2030.

"Pengurangan ekspor belum, kita fight dan ditunda sampai 2030. Tapi tetap akan ada proses dan berbagai regulasi menuju sana. RED II ini semacam draft dan studi ketika ini disetujui berbagai pihak akan menjadi dasar. Apapun itu sebenarnya mengarahkan pembatasan CPO," katanya seperti dikutip dari Bisnis.

Adapun ketika ditanya tentang kesempatan membawa kasus ini ke WTO seperti ketika RED I, Joko mengatakan keduanya berbeda. Pada RED 1, jelasnya, Indonesia bertarung soal dumping sedangkan yang kedua soal substansi regulasi. Jadi semua pihak harus kompak dan segera merespon.

Sebelumnya negara penghasil utama minyak kelapa sawit seperti Indonesia dan Malaysia sudah sepakat tidak akan ikut serta dalam diskusi apapun yang membahas RED II sebagai bentuk respon ketidak setujuan terhadap draft tersebut. Akan tetapi, keputusan diubah dan Indonesia akan angkat suara.

"Ini konsultasi publik, kita tidak bisa diam karena nanti dianggap setuju. Kami [sebelumnya tidak] merespon karena tidak setuju. Tapi secara substansi tidak sesederhana itu. Kami pun berunding supaya pas bahasanya, bahwa Indonesia tidak setuku. Kita juga siap bila terjadi dispute dan dibawa ke WTO. Intinya itu," tegasnya.(rdh)