Uni Eropa tak Berhenti Mengusik Sawit Indonesia

Senin, 04 Februari 2019

JAKARTA- Dewan Negara Produsen Minyak Sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries (CPOC) seperti yang disampaikan Direktur Eksekutifnya, Mahendra Siregar mengatakan Uni Eropa tak pernah berhenti mengusik dan mendiskriminasi minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dari Indonesia.

Mulai dari isu CPO yang berasal dari lahan hasil deforestasi hingga tudingan buruknya CPO terhadap kesehatan. Dikatakan Mahendra, saat ini Uni Eropa telah menunda implementasi delegated act (aturan pelaksanaan) kebijakan Renewable Energy Directives (RED) II yang sejatinya diberlakukan 1 Februari lalu.

"Alasan pastinya kami tidak tahu, tapi dugaan kami ada pertimbangan lain dari pihak Uni Eropa untuk melihat lebih jauh supaya delegated act tadi tidak bertentangan dengan aturan WTO," ujar Mahendra dalam konferensi pers di Kemenko Perekonomian, Senin, 4 Januari 2019.

Kendati demikian, dia menyebut ada kebijakan dari Uni Eropa yang sudah mengklasifikasikan produk minyak kedelai AS sebagai minyak nabati yang beresiko rendah (low risk) terhadap ILUC.

"Ini mengundang pertanyaan lebih jauh karena mereka putuskan terlebih dahulu dan tidak disandingkan secara ilmiah, tapi kelihatannya secara politis. Ini semakin menggerus kredibilitas RED II dan ILUC sendiri," jelas Mahendra.

Seperti diketahui, ILUC (indirect land-use change) adalah metode yang digunakan Uni Eropa dalam RED II untuk menentukan besar/kecilnya resiko yang disebabkan tanaman minyak nabati terhadap alih fungsi lahan dan deforestasi.

Metode ini dikritik oleh banyak negara karena dianggap tidak diakui secara universal. Kelapa sawit sendiri dianggap beresiko tinggi (high risk) terhadap kerusakan lahan dan deforestasi.

"Menariknya, Uni Eropa sudah memberikan dispensasi ke AS saat delegated act-nya bahkan belum terbit, sekitar seminggu lalu. Jadi ini benar-benar politis. Ini bukti yang valid untuk dibawa ke Badan Sengketa WTO," ujarnya.(*/rd/cnbc)