Jurnalis Pekanbaru Desak Presiden Cabut Remisi Pembunuh Wartawan

Ahad, 27 Januari 2019

PEKANBARU - Kota Pekanbaru yang turut diisi oleh berbagai macam kumpulan profesi jurnalis seperti cetak, online, tv, radio turut menyusul aksi serupa yang sebelumnya dilakukan oleh rekan mereka di kota lainnya seperti Bali, Padang, Palembang. Wartawan ini menuntut agar Presiden RI, Joko Widodo mencabut remisi Susrama, pembunuh jurnalis Radar Bali, AA Prabangsa. 

Tuntutan damai yang berpusat di titik nol Kota Pekanbaru ini menghadirkan berbagai macam aksi. Salah satunya ialah membuka kembali tabir kejahatan yang dilakukan kepada para jurnalis. Satu dari 12 poster yang mereka tampilkan berisikan deret kasus pembunuhan terhadap wartawan yang terjadi di beberapa tahun belakangan ini. 

Seperti pembunuhan terhadap Ardiyansyah dari Merauke TV tahun 2010, Ridwan Salamum dari Sun TV tahun 2010, Ersa Siregar dari RCTI tahun 2003, Alfrets Mirulewan dari Tabloid Pelangi yang tewas tahun 2010 di Maluku. Serta beberapa kasus pembunuhan lain yang menewaskan para jurnalis. 

Selain upaya mengingatkan kembali aksi keji terhadap wartawan, bentuk dukungan lainnya yang mereka lakukan adalah mempersilakan warga yang berada di area car free day untuk membubuhi jati diri mereka melalui tanda tangan pada spanduk putih berukuran 3x1 meter. 

"Aksi damai ini merupakan bentuk solidaritas dari kami serta perjuangan kita dari wartawan Pekanbaru. Kami mengajak seluruh kawan-kawan seprofesi untuk merasakan bagaimana pahitnya perjuangan membawa pelaku yang telah membunuh Jurnalis Radar Bali, AA Prabangsa. Namun malah di berikan remisi," sebut Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru, Firman Agus, Minggu, 27 Desember 2019.

Salah satu jurnalis senior Harian Kompas, Syahnan Rangkuti yang mendukung kegiatan ini membeberkan alasan dirinya sampai dirinya mau turut ikut-ikutan turun ke jalan. 

Alasannya karena dirinya tak habis pikir apa yang menjadi penyebab Jokowi malah mencabut remisi Susrama melalui Kepres nomor 29 tahun 2018 tentang pemberian remisi perubahan dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana sementara. Padahal menurut pengalamanya, Susrama tidak pernah mengakui segala kesalahan yang diperbuat menyangkut pemberitaan kasus korupsi yang melibatkan dirinya. 

"Saya ikut karena ini adalah bentuk keprihatinan kita sesama jurnalis terhadap proses hukum yang tidak jelas seperti ini. Susrama ini adalah pembunuh keji sekaligus raja kecil di daerahnya. Apa lagi selama di persidangan sering merekayasa. Masak orang yang tidak mengakui kesalahan kok bisa mendapatkan remisi," imbuhnya.(azhar)