Land Amnesty Perlu untuk Atasi Tumpang Tindih HGU

Senin, 07 Januari 2019

Perkebunan sawit

JAKARTA-Kebijakan amnesti lahan (land amnesty) bisa menjadi solusi untuk mengatasi tumpang tindih hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit di Tanah Air. Dengan kebijakan tersebut, status lahan sawit tersebut menjadi jelas dan negara bisa memperoleh pendapatan berupa pajak dari pemanfaatan lahan tersebut.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, saat ini terdapat 3-4 juta hektare (ha) HGU sawit yang tumpang tindih dengan peruntukan lain.

Hasil kajian KPK mengungkapkan, tumpang tindih HGU perkebunan sawit dengan izin pertambangan mencapai luasan 3,01 juta ha. Di sisi lain, terjadi tumpang tindih HGU sawit dengan izin hutan industri (IUPHHK-HTI) seluas 534 ribu ha, HGU dengan izin hutan alam (IUPHHK-HA) seluas 349 ribu ha, dan HGU dengan kubah gambut seluas 801 ribu ha.

Kalimantan adalah provinsi di Indonesia dengan kondisi tumpang tindih HGU sawit paling parah.

Peneliti Litbang Tim Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Hutan dan Sawit KPK Sulistyanto menjelaskan, hingga saat ini belum ada keputusan yang ditetapkan pemerintah terkait lahan-lahan sawit yang diduga ilegal. Apabila melanggar aturan tata ruang, bisa saja kebun sawit tersebut dikenakan sanksi. 

Namun demikian, apabila kebun tersebut menjadi ilegal karena regulasi tumpang tindih, misalnya aturan mengenai hutan, bisa saja diajukan untuk pelepasan. "Atau, bisa dengan land amnesty, yakni memberikan status legal atas kebun tersebut, dengan syarat harus menyelesaikan kewajiban yang selama ini belum dijalankan, misalnya membayar pajak sesuai ketentuan," ungkap dia di Jakarta.

Dia menjelaskan, khusus untuk kebun sawit yang terindikasi di dalam kawasan hutan, dari kajian Litbang Tim Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Hutan dan Sawit KPK disebutkan bahwa kebun-kebun itu adalah sawit rakyat dan milik perusahaan.(tps)