Perang Dagang AS-China, Harga CPO Indonesia Ikut Tergerus

Ahad, 30 Desember 2018

JAKARTA- Sepanjang tahun 2018 berkecamuknya perang dagang antara Amerika Serikat dan China, dampaknya juga dirasakan oleh harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia. Harga CPO dipengaruhi oleh pergerakan minyak nabati lainnya, seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga minyak kedelai turun, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut melemah.

Konflik perang dagang Amerika Serikat dan China sebagian besar didorong oleh penerapan bea masuk oleh AS, yang kemudian dibalas China dengan kebijakan sejenis.

Per Oktober 2018, total nilai produk made in China yang terkena bea masuk AS mencapai US$ 250 miliar. Kebanyakan menyasar komponen setengah jadi (intermediate), utamanya sektor elektronik dan sejenis mesin.

Sebagai balasan, China menjadikan produk otomotif dan pertanian Negeri Paman Sam sebagai target utama bea masuk-nya, yang mana merupakan barang-barang yang memang paling banyak diimpor oleh Beijing. Total nilai produk made in USA yang menjadi korban adalah US$ 110 miliar.

Produk pertanian AS yang paling terdampak dari tarif balasan Negeri Panda adalah minyak kedelai. Komoditas ini mendapatkan bea impor ekstra dari China sebesar 25%, berlaku pada akhir Agustus 2018.

Minyak kedelai adalah produk utama dari petani di Arkansas, dengan volume produksi mencapai 178 juta bushel pada 2017. Sekitar 40% dari hasil panen tersebut diekspor ke China. Dengan bertambah mahalnya biaya impor kedelai, Beijing pun dipastikan akan menurunkan permintaannya, dan akhirnya menekan harga minyak kedelai.

Departemen Pertanian AS (USDA) sebelumnya juga memproyeksi stok kedelai AS pada akhir musim 2018/2019 akan menyentuh rekor tertinggi 955 juta bushel, naik dua kali lipat dari tahun lalu.(*/rd)