India Turunkan Bea Impor Sawit, Petaninya Menjerit

Rabu, 19 Desember 2018

INDIA - Bea Impor Minyak Sawit Mentah (CPO) dan olahan India akan dipotong 4 dan 9 persen dari yang sekarang 45 persen dan 54 persen per-1 Januari 2019. Padahal dengan tarif bea impor sekarang India mengimpor 65 persen minyak nabati mentah maupun olahan dari Malaysia, Indonesia, dan Argentina untuk memenuhi permintaan tahunannya sekitar 25 juta ton.

Terkait pengurangan bea impor ini, Badan Industri India The Solvent Extractors’ Association (SEA), menyatakan ini akan menjadi badai besar bagi petani lokal. Meningkatkan impor berarti melemahkan harga minyak nabati lokal yakni minyak dari biji-bijian.

"Masuknya minyak sawit ke India menjadikannya seperti tanah buangan atas stok yang melimpah," kata Direktur Eksekutif SEA, B V Mehta yang mewakili keseluruhan sektor minyak nabati dan minyak biji India.

Importir India dalam hal ini sekarang juga sedang memulai menurunkan pembeliannya menunggu pemotongan tarif tersebut. Impor minyak nabati India tercatat tutun 9 persen menjadi 1,13 juta ton di Bulan November dari 1,25 juta ton pada bulan yang sama tahun lalu.

"Antisipasi terhadap pengurangan bea impor, India saat ini sedang menurunkan volumenya. Tapi sepertinya akan melonjak dari Januari 2019. Terlebih juga minyak sawit harganya menyentuh terendah dalam 10 tahun sementara persediaannya meningkat sehingga membuat minyak sawit lebih menarik diimpor India," kata Mehta.
 
Di sisi lain harga minyak rapeseed India masih lemah dalam dua tahun bahkan kebanyakan dibawah tingkat harga minimumnya. Seperti minyak biji jamur dan kedelai harganya dibawah standar minimum.
 
"Ini pastinya negatif bagi petani India. Peningkatan impor akan menurunkan harga. Penurunan harga minyak nabati juga akan menurunkan minyak biji-bijian," kata Siraj Choudhary, Mantan Ketua Cargill India, produsen minyak nabati merek Cargill.
 
Stok minyak sawit Malaysia mencapai yang tertinggi dalam 18 tahun yakni mencapai 3 juta ton. Jika ditambah dengan stok Indonesia yang lebih dari 4,4 juta ton, maka stok dua negara penghasil terbesar tersebut hampir mencapai 8 juta ton. Demikian blackseagreen.net.(bayu)