Teror Seks Kaum Nekrofilia (3) : Biofilia Itu Cinta Kehidupan

Jumat, 30 November 2018

Namun apakah lawan nekrofilis? Lawan untuk itu adalah Biofilia atau cinta kehidupan. Kecintaan yang menggebu terhadap kehidupan dan semua yang hidup. Ia merupakan keinginan untuk menumbuhkembangkan, baik itu manusia, binatang, tanaman, gagasan atau masyarakat.

Ia ingin membentuk dan mempengaruhi dengan piranti cinta, pemikiran, dan teladan, bukan dengan pemaksaan. Etika biofilia memiliki kaidah baik-buruk tersendiri. Kebaikan adalah semua yang mendukung kehidupan. Keburukan adalah semua yang mendukung kematian.

Kebaikan merupakan penghormatan terhadap kehidupan. Semua yang mendukung kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan. Keburukan adalah semua yang menghambat kehidupan, mempersempitnya, dan menghancurkannya hingga berkeping-keping.

Jelas kecintaan terhadap kematian, kekerasan dan pembunuhan sesama, dalam perspektif sekarang akarnya jauh menyusup ke dalam relung sosio-psikologis manusia. Relasi dialektis antara sistem psikologis dan sistem sosial yang pada analisis, akhirnya membentuk watak manusia.

Paduan antara sistem psikologi dan sistem sosial yang bangkrut itulah yang melahirkan peradaban nekrofilian (necrophilian civilization), peradaban yang mencintai kekerasan, barbarisme, dan sesungguhnya mencintai kematian. Lalu bagaimana membentuk peradaban sebaliknya?

Peradaban biofilian (biophilian civilization), masyarakat yang mencintai pertumbuhan, perkembangan, dan sesungguhnya mencintai kehidupan. Setidaknya studi Erich Fromm dalam The Anatomy of Human Destructiveness menunjukkan, bahwa agresi dan destruksi dapat diminimalkan dalam struktur motivasi manusia.

Erich Fromm menegaskan optimismenya bahwa, jika agresi merupakan sesuatu yang terwaris secara biologis di dalam gen manusia, maka ia tidak bersifat spontan. Ia merupakan pertahanan diri terhadap bahaya yang mengancam kepentingan hayati manusia. Perkembangan dan kelangsungan hidup dirinya dan spesiesnya. Agresi defensif ini relatif kecil pada kondisi primitif tertentu, manakala manusia bukan merupakan ancaman terhadap sesamanya.

Di sisi lain, bentuk agresi jahat-sadisme dan nekrofilia-tidak bersifat bawaan. Dengan demikian keduanya dapat dikurangi substansinya bila kondisi sosial-ekonomi digantikan dengan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan penuh manusia. Perkembangan aktivitas diri manusia dan daya kreasi. Eksploitasi dan manipulasi menimbulkan kejenuhan dan ketidakpercayaan. Keduanya mengerdilkan manusia, dan semua faktor yang mengerdilkan manusia juga akan menjadikan sebagai orang sadis dan destruktif.

Oleh karena itu, perang dan kekerasan di mana pun harus dikutuk dan ditentang, siapa pun pelakunya. Sebab, akar masalahnya adalah sistem sosial-politik-ekonomi-budaya yang eksploitatif, mendominasi dan manipulasi manusia, dalam skala lokal, nasional, regional, maupun global. Karena itu harus dibongkar sampai ke akarnya. Bila kita semua benar-benar ingin membongkar atau meminimalkan karakter sadistis, destruktif, dan barbarisme umat manusia.

Mengutuk dan menentang perang dan kekerasan atas nama apa pun dan di mana pun juga, termasuk di AS dan di Afganistan, dan Iran sekarang, hanyalah awal sebuah pencerahan baru (new enlightenment). Namun, awal yang teramat penting atau conditio sine qua non untuk membongkar peradaban nekrofilian -peradaban yang mencintai kematian dan kekerasan- dan membangun peradaban biofilian-peradaban yang mencintai kehidupan dan kemanusiaan.

Dengan demikian di hari-hari mendatang, perasaan, pikiran, telinga, dan mata kita lepas dari segala kecemasan dan ketakutan terhadap perang dan kekerasan. Karena semua orang, di seluruh dunia, berseru gembira: Viva la viva! Viva la viva! (jss/sp/bersambung)