Tragedi Meurah Pupok (5) : Putra Mahkota Itu Dipancung Sang Ayah Sendiri

Jumat, 16 November 2018

Di luar istana, langit yang tadinya cerah, mendadak mendung menggelayut, seakan turut memberikan suatu tanda yang tidak baik sedang terjadi. Tetapi bagi mereka yang memiliki kepekaan indranya, ini adalah salah satu pertanda dari alam sesuatu ketidak-beresan sedang melanda bumi Serambi Makkah .

Linangan air mata dari segala lapisan dan status sosial rakyat yang mencintai Sultan Muda, termasuk di dalam lingkungan istana sendiri, para menteri dan pembesar kerajaan, semua berwajah sendu. Mereka tertunduk tidak mampu menatap kenyataan yang sedang berada di depan matanya.

Di tengah suasana kebisuan itu, tiba-tiba saja Sultan Iskandar Muda berteriak dengan nyaring. Itu disaksikan petinggi kerajaan dan para pengawal serta para pembantu istana.

Kalian dengar, saya Sultan Iskandar Muda adalah pemegang tampuk kerajaan Aceh Darussalam Sumatera dan Malaka. Seluruh Negeri Aceh dan tanah taklukanku telah kutegakkan hukum yang seadil-adilnya tanpa pandang bulu termasuk juga kepada keluargaku.”

Ucapannya terakhir seakan Sultan coba menyitir sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Nabi bersabda, “ Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya aku memotong tangannya.”

Oleh karena itu aku akan menerapkan hukuman kepada putraku meskipun ia telah kupersiapkan untuk menjadi Putra Mahkota . Dengan kedua tanganku ini, akan kupenggal lehernya. Dia telah melakukan pelanggaran hukum negara Aceh dan hukum adat negeri ini,” ucap Sultan setengah menghardik

Dan pada hari H eksekusi itu terlihat Sultan Iskandar Muda bersikap sangat tenang. Sultan melaksanakan hukuman pancung terhadap Putra Mahkota kesayangannya itu.

Awan hitam di langit semakin menggelantung di seluruh wilayah Kerajaan Aceh Darussalam. Terlihat langit semakin mendung, dan hujan gerimis mulai turun. Selanjutnya hujan deras bagaikan dicurahkan dari langit, seakan-akan alam turut menangis.

Kesedihan Sultan Iskandar Muda tidak dapat disembunyikan meskipun ia coba setegar mungkin. Kemurkaannya belum hilang. Dengan penuh kewibawaan ia berkata dengan lantang. ‘’Kalian dengar semua, jenazah ini (sambil menunjuk jenazah Meurah Pupok) tidak dibenarkan dikebumikan di dalam kompleks pemakaman kerajaan,” katanya.

Makam itu adalah pemakaman Kandang Meuh (makam emas) yang merupakan kompleks makam leluhur tempat dikebumikan para Sultan atau Sultanah yang telah mangkat di Kesultanan Aceh Darussalam beserta kerabat serta para ulamanya. Makam itu berada di lingkungan Istana Darul Donya. (bersambung/Arie Abieta)