Batik Adat Keraton Itu Untuk Hormati Arwah dan Dewa

Ahad, 11 November 2018

Batik adalah identitas nasional. Negeri ini telah mengenal batik sebelum masuknya pengaruh India. Itu pendapat sejarawan Prof Dr RM Sutjipto Wirjosuparto.

Pendapat ini makin kuat dengan ditemukannya patung-patung candi di Indonesia sejak abad IX. Di antaranya melukiskan ornamen ‘kawung, lereng, ceplok dan motif cindhen’.

Dari temuan itu menunjukkan, perkembangan batik di Indonesia, termasuk di keraton-- lebih mengutamakan makna penghormatan kepada para dewa dan arwah nenek moyang. Bagaimana busana batik di Keraton Yogyakarta?

Busana batik di Keraton Yogyakarta punya makna khusus. Seperti motif sawat-- yang biasa terdapat pada corak semen, menurut mitologi Hindu-Jawa diambil dari bentuk sayap burung garuda kendaraan Dewa Wisnu.

Sawat dapat juga berarti melempar, sebuah arti yang diberikan berdasarkan kepercayaan Jawa akan adanya pusaka Dewa Indra yang dapat disawatake (dilemparkan) secepat kilat.

Pusaka Bajra ini dianggap sebagai pembawa hujan yang mendatangkan kemakmuran. Dengan demikian kain yang bermotif sawat diharapkan dapat membawa kemakmuran, wibawa dan perlindungan bagi pemakainya.

Adapun corak cemukiran/cemungkiran berpola sinar-- merupakan salah satu corak larangan. Corak ini biasa dipergunakan sebagai garis pemisah antara bidang berpola dengan bidang kosong yang terdapat pada tepi blumbangan kampuh atau pada ikat kepala. Pola mirip sinar itu diibaratkan sinar matahari yang melambangkan kehebatan dan keagungan. Lambang Syiwa.

Dewa Syiwa menurut kepercayaan Jawa diyakini menjelma dalam diri raja, sehingga fungsi cemungkiran sama dengan huk. Hanya berhak dipakai oleh raja dan putra mahkota.

Dulu, batik merupakan pakaian eksklusif dari golongan ningrat (kalangan atas). Kepercayaan akan dapat terciptanya suasana religius magis dari pancaran batik, membuat para bangsawan lebih mengutamakan corak batik yang mengandung arti simbolik.

Ini didukung oleh keyakinan berdasarkan pola pikir mitologis, yang menekankan pada bentuk kepercayaan beraspek religius. Oleh karena itu, beberapa corak batik terutama yang bernilai falsafah tinggi, dinyatakan sebagai corak larangan bagi masyarakat umum. mok/jss