Permintaan Dunia Terhadap CPO Masih Tinggi

Kamis, 08 November 2018

JAKARTA-Perlambatan ekspor Crude Palm Oil (CPO) pada Januari- September mencapai US$ 15,27 juta atau turun 10,7% dibandingkan capaian periode yang sama di tahun lalu disebabkan beberapa hal antara lain hambatan tarif negara importer, maraknya kampanye hitam sawit yang berdampak pada penurunan harga.

Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Tofan Mahdi mengatakan, faktor lain yang ikut berpengaruh adalah ingginya pungutan ekspor di luar pajak sebesar US$ 50 per ton. Hal ini ikut memengaruhi performa ekspor CPO di tengah pelemahan harga yang terjadi sejak awal tahun.

GAPKI, kata Tofan memperkirakan volume produksi CPO di akhir 2018 mencapai sekitar 42 juta ton, baik minyak mentah maupun produk refined."Sekitar 31 juta ton itu terserap di pasar ekspor, antara lain India, Uni Eropa, China, dan Pakistan," ujar Tofan.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Indef Bhima Yudhistira menyarankan, pungutan ekspor CPO sebaiknya diberikan relaksasi. Berdasarkan penelitian dan simulasi yang dilakukan INDEF, penurunan pungutan ekspor berpotensi menggenjot ekspor CPO lebih tinggi."Simulasi kami menunjukkan, seandainya pungutan diturunkan 30% menjadi US$ 35 per ton, maka akan ada kenaikan ekspor CPO sebesar 4,64%," kata Bhima.

Bhima menjelaskan, simulasi tersebut dibuat untuk periode setahun pada September lalu. "Memang 4,64% itu tidak besar ya, tapi sawit kan yang bisa diharapkan sekarang (ekspornya), kalau komoditas lain kan butuh waktu lama," ujar dia. tps