Wah, Ang Pauw Barongsai Itu Harus Kelipatan Empat

Selasa, 06 November 2018

Perayaan Imlek nyaris tidak bisa dipisahkan dari atraksi Barongsai. Ini adalah tradisi yang di dalamnya terkandung unsur keagamaan dan olah raga (kung fu).

Barongsai ini berkaitan dengan tradisi atau legenda dari cerita singa berbadan naga. Makhluk ini datangnya setiap Tahun Baru Imlek yang diasosiasikan sebagai tumbal.

Untuk mengusir makhluk ini, diciptakan musik-musik yang terdiri dari tambur besar, gembrengan, dan canang logam untuk mengiringi Barongsai. Dan untuk menghilangkan unsur sialnya, dilakukanlah dengan memberi ang pauw.

Isi ang pauw pun ada aturannya. Harus yang jumlah nominalnya kelipatan 4, seperti 400, 4.000, 8.000, dan seterusnya.

Barongsai pada umumnya dimainkan dua orang. Tapi bisa juga dengan banyak orang dengan tubuhnya yang panjang seperti ular naga. Tubuhnya yang berupa selubung kain bertatah sisik berwarna-warni bisa bermeter-meter panjangnya.

Satu orang yang paling ahli adalah yang menggerakkan kepala Barongsai. Dia mampu meloncat tinggi sehingga seolah Barongsai bisa tegak dan yang belakang harus pandai mengikuti gerak kepalanya agar Barongsai tampak hidup dengan berbagai ketangkasannya.

Atraksi permainan Barongsai yang menirukan gerak, karakter, dan mimik singa ini, diikuti suara gemerincing kliningan yang menggantung di kaki si pemainnya. Memang sangat atraktif.

Sosok kepala singa dibentuk berupa ‘barong’ dengan tanduk tunggal di bagian kepalanya. Dengan warna-warna yang menyala, yang didominasi warna merah dan kuning keemasan, barongsai memang bagaikan binatang mitologi.

Gerakan yang lincah meloncat tinggi, tampak mulutnya terkatup-katup yang menimbulkan bunyi, serta iringan musik yang berdegup dan berdentang, membuat Barongsai semakin hidup dalam gerak akrobatiknya.

Kesenian Barongsai yang sempat dilarang pada masa pemerintahan Orde Baru, kini dimainkan lagi oleh kelompok masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa.

Barongsai atau ‘Samsi’ memang berasal dari daratan Tiongkok (China) yang kemudian menyebar sampai ke negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.

Proses penyebaran seni yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu itu tentu mengalami proses akulturasi dengan budaya lokal. Tidak mustahil corak permainan dan bentuk Barongsai itu mungkin tetap sama karena proses peniruan dari media komunikasi yang ada. Namun, pengetahuan tentang arti dan latar belakang Barongsai sesungguhnya sangatlah terbatas. ir/jss