Sawit Prioritas Perjanjian Perdagangan Internasional

Kamis, 01 November 2018

NUSA DUA- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, industri sawit dan produk turunannya masih menjadi salah satu industri andalan yang punya peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. 

“Sawit menjadi penting karena produknya dibutuhkan hampir seluruh masyarakat dunia dan komoditas ini mampu menjadi penghasil devisa terbesar bagi Indonesia,” kata Mendag dalam sambutan pembukaan 14 Th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2019 Price outlook di Nusa Dua Bali, (1/11).
 
Mengutip laporan Center on Food Security and the Environtment Stranford University tahun 2016, Mendag mengatakan, sejak  tahun 2001-2010 industri sawit Indonesia telah menjadi sumber mata pencaharian utama bagi 21 juta penduduk Indonesia.

Industri sawit  mendorong pertumbuhan ekonomi bagi 5.3 juta pekerja yang bergerak di bidang produksi sawit dan mampu mengeluarkan 10 juta masyarakat Indonesia dari ancaman kemiskinan. “Bahkan industi ini  berhasil mengangkat perekonomian 1,3 juta masyarakat miskin yang berada di area perdesaan di Indonesia,” kata Enggar.

Mendag memastikan, perkebunan  sawit bukan penyebab terbesar deforestasi dunia. Berdasarkan data The Impact of EU Consumption on Deforestation tahun 2013, sektor pertanian kacang kedelai (19%) dan jagung (11%) merupakan kontributor deforestasi di dunia. Perkebunan sawit hanya  berkontribusi 8% dari total deforestasi secara keseluruhan.  

Mendag memastikan, pemerintah akan fokus untuk peningkatan produktivitas sawit dengan menjaga asas peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup. Terlebih lagi, berdasarkan data statistik, hingga saat ini 41% perkebunan sawit rakyat  dimiliki  petani kecil. ”Ini berarti, kebergantungan ekonomi industri sawit terhadap perkebunan plasma rakyat sangat tinggi,” katanya.

Di tahun 2017, pemerintah telah memperkenalkan, program Petani Menanam. Program ini bertujuan untuk membantu petani kecil meningkatkan produktivitas dari saat ini sekitar  3 ton/ ha/ tahun menjadi 5-6 ton/ per tahun.  Program tersebut dimulai dengan melakukan replanting terhadap 20.000 ha lahan sawit. Harapannya, luas lahan tersebut bertambah menjadi 750.360 ha di tahun 2022.

Mendag mengatakan, berdasarkan banyak kajian berkait dengan efek kelapa sawit terhadap penurunan kualitas kesehatan dan lingkungan hidup dari berbagai pakar, ternyata hasilnya adalah negatif. Para pebisnis industri kelapa sawit juga perlu melakukan kajian sama sebagai sebuah fakta  ilmiah untuk melawan berbagai isu negatif.

 “Jika isu negatif tersebut tidak sesegera mungkin dihalau, dikhawatirkan akan semakin massif, menyebar, meluas, dan semakin sulit untuk di-counter dan justru berimplikasi pada terjadinya sunset industry di sektor sawit," katanya.

Mendag memastikan, Pemerintah terus berupaya untuk memasifkan dan mendorong perjanjian perdagangan dengan berbagai negara, di mana Crude Oil Palm (CPO) menjadi prioritas dalam perjanjian perdagangan tersebut.(***)