Tragedi Setan (34) : Jebakan Iblis Itu Selicin Belut

Selasa, 30 Oktober 2018

Dunia digambarkan sebagai bangkai yang busuk. Seonggok mayat mati dengan seekor anjing, yaitu Iblis, yang bertengger di atas. Allah membolehkan siapa saja memperhatikan bangkai yang tak hidup itu untuk menjadi bagian dari Iblis.

Rumi meminjam gambaran yang sama, dan membandingkan Iblis dengan seekor anjing galak yang sedang duduk di depan sebuah pintu perkemahan Turkoman (yang dimaksud adalah singgasana Allah) yang menunggu izin tuannya untuk menyambar orang asing yang tak hati-hati.

"Wahai anjing-setan, ujilah (mereka), sehingga (engkau mengetahui) seberapa jauh orang-orang ini telah berkembang sepanjang Jalan Spiritual. Serang mereka, halangi mereka, waspadalah, sehingga (engkau mengetahui) siapa yang memainkan peran perempuan berkenaan dengan kebenaran dan siapa yang memainkan laki-laki."

Gambaran anjing menemukan akarnya pada kata-kata Iblis dalam Al-Qur'an, di mana dia memutuskan untuk menghalangi manusia dalam Jalan Kebenaran. Keterampilannya diperlihatkan secara efektif dalam mengalihkan manusia dari jalan menuju rasa syukur dan penyesalan.

Ada juga jalan-jalan yang lain, yang seringkali dikatakan. Dia menghalangi orang-orang non Muslim dari jalan menuju ke Islam, seraya menanyakan mereka, "Bagaimana engkau mencampakkan keyakinan bapak-bapakmu?"

Dalam cara yang sama Iblis juga menghalangi perkembangan orang-orang yang mulai berjalan pada jalan-jalan hijrah (perpindahan) atau jihad (perang suci), dan menanamkan keraguan-keraguan dalam hati mereka : "Bagaimana engkau dapat meninggalkan tanah yang engkau kenal sedemikian baiknya, atau meninggalkan isteri-isteri dan kekayaan-kekayaanmu yang tidak terjaga, yang mudah terluka, yang bisa saja digauli orang lain dan dirampas?"

Kemampuan untuk menghalangi dan menjebak korban-korbannya bukan hanya hak prerogatif figur Iblis -anjing- semata. Gambaran pemburu juga mencerminkan kualitas-kualitas yang sama. Sehingga pemburu yang sedang memasang jeratnya juga merupakan buah representasi penggambaran untuk penipuan Iblis terhadap dunia dan para penghuninya.

Wahai orang yang diistimewakan, janganlah melakukan dosa jika engkau tidak ingin mendapatkan sebuah nama yang buruk. Jika engkau dimuliakan dan melakukan dosa, engkau akan menjadi rendah. Iblis telah memasang sebuah jebakan pada jalan yang engkau jalani. Dan janganlah menjadi orang yang berbuat aniaya jika engkau tidak ingin terkena jebakan itu.

Pemburu itu sangat pintar dan licik dalam cara memburu korbannya. Mangsa yang diburu tidak pernah bisa melihat dirinya. Namun Iblis selalu ada disana, yang dengan sabar menunggu kecerobohan yang dilakukan korbannya. Pada saat itulah dia akan menyerang, yang menyeret mangsanya ke arah kebinasaan dan api neraka yang abadi.

Jangan meremehkan kekuatan pesonanya, karena tak seorang pun dapat menjauhinya. Tak seorang pun selicin ular, dan tak seorang pun yang setangkas dan selicin air yang mengalir.

Selain keberhasilan awalnya dengan Adam dan para anak keturunannya, Iblis tidak puas dengan jerat-jerat yang Allah berikan. Dia terus menerus mendesak Allah untuk mendapatkan jebakan yang lebih banyak lagi. Ratapannya yang selalu terdengar adalah, "Beri aku yang lebih dari itu!"

Beberapa dari tipu daya inilah ini, secara langsung atau tak langsung dalam Al-Qur'an dan literatur hadits yang dibahas. Namun, masih ada beberap tipu daya lain yang membuktikan kecerdikan dan keicikan Iblis serta imajinasinya yang subur. Semua ini secara singkat akan dipelajari.

Hawa nafsu manusia, al-ahwa', kelihatannya memberikan dia bahan yang tak terbatas untuk menciptakan bujukan-bujukan yang baru serta berhala-berhala duniawi yang kepadanya manusia akan mengikatkan dirinya sendiri dalam ketaatan yang membabi-buta. (jss/bersambung)