Tragedi Setan (26) : Nyonya Setan Itu Menetaskan Telur

Ahad, 21 Oktober 2018

Setelah membunuh, perampok ini kembali menyesal. Sang pembantai ini mencari orang bijak yang lainnya. "Aku telah membunuh seratus orang. Adakah mungkin masih ada penyesalan untukku?". "Bencana untukmu!" Orang bijak itu menjawab, "Siapa yang berani menjadi penengah antara engkau dan penyesalanmu?"

Orang bijak itu menyuruh Sang Pembunuh itu melakukan penyesalan. Dia disuruh meninggalkan lingkungan buruknya, pergi ke desa lain, dan menyembah Tuhannya di sana. Sang Pembunuh itu berangkat. Namun dalam perjalanannya, ternyata laki-laki jahat itu meninggal dunia. Segera Iblis dan Malaikat Kebaikan berebut, tentang siapa yang akan memiliki jiwanya.

Iblis berkata,"Aku telah menguasai dia! Dia tidak pernah meninggalkan ketaatannya kepadaku sekejap pun." Malaikat kebaikan menjawab,"Namun dia telah meninggalkan (desa itu) karena penyesalannya..."

Kemudian mereka bertengkar tentang dia. Dia (Allah) berkata, "Pergi, lihatlah. Yang mana dari kedua desa tadi yang paling dekat (dengannya)? Bawa dia kepada masyarakat..."

Ternyata, ketika maut telah tampak baginya, dia tidak lagi menjadi seorang perampok. Dia telah menghampiri desa kebaikan dan menempatkan dirinya jauh dari desa kejahatan. Akhirnya mereka memutuskan, bahwa dia berada di antara orang-orang dari desa kebaikan.

Kepribadian Iblis dalam mitos merupakan suatu daya tarik tersendiri yang merangsang untuk didiskusikan dan diperdebatkan. Utamanya bagi mereka, pencari kebenaran agama dan para pengikut Jalan mistik yang dikenal sebagai Sufi.

Para Sufi tidak bermaksud untuk terlalu asyik dengan pembicaraan yang lebih terperinci dari sejarah kehidupan Iblis. Seringkali, susunan umum mitos dianggap benar. Dan hanya peristiwa serta penjelasan tertentu yang berkaitan dengan perhatian Sufi yang akan dibahas kembali.

Iblis banyak punya kemampuan. Salahsatu kemampuan Iblis itu adalah dalam mengambil berbagai bentuk hewan, seperti anjing, katak, babi, monyet, dan sebagainya. Iblis kadang diberi nama atau julukan yang berbeda. Dalam tulisan Al-Makki, Iblis disebut Al-Batil, "Yang tak Berharga", atau dalam karya Al-Kubra, Iblis diberi julukan esoteris Yunaq, "yang Memperlihatkan Tipu Daya".

Perhatian para Sufi terpusat pada keturunan Iblis, dan keterlibatan anak cucunya dalam kehidupan spiritual manusia. Untuk mempermudah pembentukan keturunannya ini, Al-Jaelani memberikan teori, bahwa Iblis memiliki seorang istri, Ash-Shaytana, "Nyonya Setan", yang dibentuk dari tulang rusuknya sebelah kiri seperti pada model Hawa.

Sebagai akibat dari persetubuhan mereka, si Nyonya Setan memberikan dua puluh satu telur, masing-masing menetaskan sepuluh ribu setan laki-laki dan perempuan, yang menyebar ke seluruh daratan dan lautan, dan saling bereproduksi di antara mereka sendiri.

Al-Ghazali mengemukakan suatu teori yang mirip, namun dengan sedikit perubahan yang berarti. Ia menyatakan, bahwa setan dengan sendirinya mengeluarkan telur-telur, yang dari telur-telur itu anak-anaknya akan menetas.

Namun, tujuan Al-Ghazali bukanlah komunikasi data-data biografis pada kehidupan keluarga Iblis, melainkan suatu upaya untuk menggambarkan, dalam istilah-istilah mitos, keterlibatan Iblis dan bangsanya dalam perkembangan spiritual, batin manusia.

Pusat perhatian bukanlah kenyataan bahwa setan itu beranak. Tapi lebih pada setan itu membuat sarang dan mengeluarkan telur-telurnya di dalam hati manusia. Setan-setan muda yang menetas di sana akan saling mengawini antara mereka sendiri, dan beranakpinak dalam hati manusia dengan kecepatan yang mengkhawatirkan.

Mereka memelihara esensinya dari api yang panas terhadap nafsu, syahwat dan hasrat umat manusia yang mereka habiskan, seperti api menghabiskan boneka. Jadi, Al-Ghazali mengubah sejarah keluarga Iblis ke dalam alegori spiritual pada asal-mula dorongan sensualitas manusia dan kerusakan yang terjadi akibat proliferasi dari hawa nafsu dan hasrat itu pada kehidupan spiritual manusia.

Setiap manifestasi hasrat manusia merupakan suatu pembenaran yang baru dari persaudaraan umat manusia dengan suku bangsa Iblis. "Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan..." (Al-Qur'an 17:27).

Dalam Al-Qur'an, hadits dan dalam beberapa literatur yang berkaitan, anak keturunan Iblis tertentu diberi nama dan dipilih sesuai dengan tugas-tugas khusus mereka. Para penulis sufi menggunakan struktur genealogis dasar yang sama, dan mengembangkan katalog nama-nama dan pekerjaan dari keluarga Iblis yang terus berkembang. (jss/bersambung)