Folklore : Meruwat Sundel Bolong Dobol

Kamis, 18 Oktober 2018

Masyarakat Jawa itu kaya cerita. Banyak pesan-pesan mendidik yang disampaikan melalui cerita rakyat. Nah ini kisah Prabu Wasupati yang meruwat Sundel Bolong Dobol.

Kisahnya bermula ketika rombongan Prabu Wasupati memasuki pinggiran kota. Tepatnya, di Desa Katripala. Raja ini melihat pemandangan aneh. Seluruh rakyat keluar rumah dengan terburu-buru.

Di senja hari itu, raja ini kemudian bertanya. “Mengapa kalian seperti orang ketakutan?”

“Gusti, sudah seminggu ini, rakyat Katripala selalu didatangi hantu yang selalu kentut. Sejak senja sampai menjelang pagi, hantu itu tak henti-hentinya kentut. Baunya sangat busuk dan menyengat hidung. Seluruh penduduk Katripala tak tahan akan bau yang menusuk hidung itu.”

“Itulah sebabnya, setiap menjelang senja hari, penduduk Katripala mengungsi keluar rumah masing-masing. Pagi hari kami kembali lagi. Selama sepekan, hanya dengan cara itu masyarakat desa menghindari bau kentut yang memuakkan itu,” kata seorang penduduk.

Mendengar jawaban aneh itu, Prabu Wasupati merasa penasaran. Ia ingin sekali membuktikan. Sang Prabu kemudian masuk ke halaman rumah salah seorang penduduk. Tak lama berselang, Prabu Wasupati mendengar suara kentut berkali-kali dan menyebarkan bau bacin dan menusuk hidung.

Raja lalu memerintahkan kepada adiknya, Arya Manungkara untuk mengambil akar sayuran dan candu sakti. Tidak lama setelah itu dibakar, tampak wanita cantik muncul di depan raja ini.

Katanya,” Wahai kau wanita, mengapa kau selalu mengganggu penduduk Desa Katripala dengan tak habis-habisnya kentut?”

Sang peri menjawab, “Gusti, saya seorang peri bernama Dewi Umi. Juga dinamakan Sundel Bolong dobol, karena kebiasaan selalu kentut. Kentut saya bermacam-macam baunya,” katanya.

Kentut saya yag bau busuk itu nanti berubah jadi bau bangar, kentut bau anyir, akhirnya menjadi lebih anyir lagi. Setelah itu kentut bau pesing, akhirnya berubah menjadi bau tengik. Kentutku yang berbau apek, akhirnya berubah menjadi bau dengu. Yang bau langu juga bau dengu. Tapi kentut yang bau sengir malah akan berubah menjadi bau menyegarkan. Kalau kentut saya sudah berbau sedap, lama-lama akan menjadi harum semerbak. Berbau wangi, harum semerbak.

“Gusti, saya selalu kentut itu karena memiliki azimat berupa minyak yang tersimpan di dalam rasa dan mempunyai sembilan nama. Masing-masing, minyak gaceng yang berada di dalam akik berwarna merah, minyak sawa, berbau amis, dan tersimpan di dalam akik berwarna biru.

Minyak yang dinamakan kowangan berada di dalam akik berwarna jambon (pink, merah muda), sedang minyak nyamu berbau sangit dan tersimpan dalam akik berwarna kuning.”

Minyak gandarwa dengan bau apek, minyak sangu dengan bau langu, minyak srengan berbau sengir, minyak twasni berbau sedap, dan minyak sari berbau wangi.”

“Gusti, setiap malam saya datang kemari dengan harapan ada orang yang menyempurnakan hidup saya lahir batin. Harapan saya, hendaknya dapat kumpul kembali dengan para bidadari. Saya bosan terus-menerus menjadi peri. Dan, sudah menjadi janji saya, kesembilan minyak akan saya berikan kepada siapa pun yang dapat meruwat saya. Meskipun hanya sekadar minyak, tetapi dapat digunakan untuk menghadapi musuh.

Arya Manungkara bertanya lagi, “Andaikata saja ada orang yang dapat meruwat dirimu kembali menjadi bidadari, dan minyak telah kau serahkan, bukankah yang memiliki minyak tadi akan terkentut-kentut selamanya?

Dewi Umi menjawab, Itu hanya terjadi pada diri saya karena minyak itu tersimpan dalam rasa saya. Sedang bagi orang lain, minyak itu dapat dimintakan bantuan dengan cara mencelupkan anak panah sebelum digunakan mengusir musuh.”

Akhirnya sang peri dapat diruwat menjadi wujud aslinya dan kesembilan jenis minyak tadi diserahkan kepada sang prabu. Sejak itu rakyat Katripala dapat kembali ke desanya dengan aman. ed/jss