Hutan Gunung Merbabu Terbakar, Eyang Raga Dewa Marah?

Senin, 15 Oktober 2018

Sudah dua hari ini Gunung Merbabu terbakar. Sampai Senin ini (15 Oktober 2018) api belum berhasil dipadamkan. Ada yang percaya, itu karena penguasa halus gunung ini marah. Ini kepercayaan masyarakat tentang sosok yang dianggap sebagai ‘penguasa’ itu.

Yang dimaksud ‘penguasa’ itu sebagian masyarakat menyebut Eyang Raga Dewa dan sebagian yang lain menyapanya dengan Mbah Kerto. Dua nama berbeda itu sebenarnya adalah satu orang.

Eyang Raga Dewa tidak jelas asal-usul nama itu, sementara Mbah Kerto adalah asli orang Ampel sisi timur Merbabu. Sampai sekarang nama lain dari Eyang Raga Dewa adalah Mbah Kerto. Sementara sisi selatan, khususnya Kecamatan Selo lebih mengenal nama Eyang Raga Dewa.

Semasa hidupnya Mbah Kerto dikenal sebagai sosok menusia brandal, begal, suka merampok, suka berbuat jahat terhadap setiap orang yang melintas di sekitar Gunung Merbabu. Karena sifat buruknya itu, ia akhirnya dikejar-kejar masyarakat sekitar Merbabu.

Takut menghadapi ratusan masyarakat yang memusuhinya, Mbah Kerto akhirnya lari ke puncak Merbabu. Dia bertapa selama tiga bulan di puncak gunung ini. Tiga bulan lamanya tidak kembali pulang, oleh masyarkat dianggap mati.

Dia mendirikan gubuk di puncak Merbabu sebagai tempat tinggalnya. Anehnya masyarakat mengaku tidak pernah berjumpa dengan gubuk itu, padahal setiap hari banyak orang naik ke puncak mencari kayu bakar.

Setelah merasa aman, Mbah Kerto bersemadi seorang diri. Dia bertobat atas perbuatannya yang telah merugikan banyak orang. Dalam semadinya itu, Mbah Kerto didatangi makhluk halus yang mengaku sebagai penguasa Gunung Merbabu. Melihat ada yang datang, Mbah Kerto merasa keinginan tobatnya akan terkabul.

Dalam pertemuannya dengan penguasa makhluk halus itu, Mbah Kerto mendapat perintah agar membasuh seluruh tubuhnya dengan air yang terdapat di Kawah Candradimuka. Dengan begitu semua dosa-dosanya akan dihapus dan memulai hidup baru. Hidup yang berguna bagi manusia.

Setelah itu ia disuruh turun Gunung menemui seorang wanita yang sedang hidup sebatang kara di desa Tekelan. Setelah sekitar tiga bulan hidup di atas Gunung, Mbah Kerto turun Gunung.

Dia menemui wanita yang hidup sendirian dan dia kawini wanita itu. Tapi dalam perkawinannya itu tidak dikarunai anak. Mbah Kerto percaya, bahwa tobatnya telah diterima.

Mbah Kerto dipercaya punya kelebihan. Bisa membantu pasangan suami isteri yang tidak bisa punya anak, walaupun dalam perkawinannya sendiri tidak bisa punya anak. Tapi sayangnya kepandaian Mbah Kerto ini sering membuat orang marah. Mengapa?

”Dia membantu orang bisa punya anak dengan cara mencuri bayi yang sedang berada dalam kandungan. Lama-kelamaan nama Mbah Kerto sangat terkenal, dan karena keterkenalannya itu akhirnya diketahui orang, kata Paijem.

Itu terjadi pada tahun 1881 ketika Belanda masih berkuasa. Ketika ada seseorang hamil, tiba-tiba bayi dalam kandungannya itu hilang secara gaib. Setelah mendapat informasi bahwa itu adalah pekerjaan Mbah Kerto, maka calon ibu asal Desa Tok Pakis ini melaporkan pada aparat desa yang akhirnya mengundang Belanda ikut memburu Mbah Kerto.

Akhirnya Mbah Kerto dikejar-kejar Belanda. Mbah Kerto kembali lari menuju puncak Merbabu. Seperti pada pelarian pertama, kali ini Mbah Kerto kembali lolos dari kejaran.

Sekitar setahun, 1881-1882 nama Mbah Kerto menjadi bahan pembicaraan sekitar Gunung Merbabu. Ada yang menyebutkan bahwa ia telah mati masuk kawah Samber Nyawa, ada pula yang menyebut mati diterkam harimau Jawa yang ketika itu banyak berkeliaran. Tapi prasangka itu akhirnya sirna ketika mayat Mbah Kerto ditemukan tidak jauh dari Kawah Candradimuka.

‘’Pada saat itu Mbah Kerto dalam keadaan tidak sadar. Ia tidak lagi mampu bergerak kecuali hanya ngomong sepotong-sepotong dan akhinya mati,’’ kata Paijem.

Menurut Paijem yang merilis ucapan Prawiro, jiwa Mbah kerto telah menyatu dengan Eyang Raga Dewa. Dan Eyang Raga Dewa atau Mbah Kerto ini menyebutkan, bahwa dirinyalah penguasa dan kepala dedemit Gunung Merbabu.

Hingga sekarang, dua nama (Eyang Raga Dewa dan Mbah Kerto) itu dipercaya sebagai satu raga. Masyarakat percaya, dialah sebagai penguasa Gunung Merbabu. har/jss