Tumbal adalah persembahan. Ini bentuk ‘persahabatan’ makhluk alam lain dengan manusia. Itu dilakukan di zaman lalu, berharap harmonisasi dunia terbentuk berdasar asas hidup berdampingan antara yang kasat mata dan tidak.
Di tahun 2016 ditemukan pripih yang berisi emas dan biji-bijian di candi perwara (candi pendamping). Penemuan itu cukup menyentak. Sebab dari fakta penemuan tumbal itu membawa kita pada era Mataram Kuno yang tidak banyak diungkit sejarah.
Dalam Prasasti Kedu yang dikeluarkan oleh Raja Balitung atau Rakai Watukura Dyah Balitung (raja Mataram Kuno), memerintah (898-910 Masehi), prasasti ini memuat silsilah raja Dinasti Sanjaya.
Raja-raja itu adalah Rakai Mataram Ratu Sanjaya (1), Sri Maharaja Rakai Panangkaran (2), Sri Maharaja Rakai Panunggalan (3), Sri Maharaja Rakai Warak (4), Sri Maharaja Rakai Garung (5), Sri Maharaja Rakai Pikatan (6), Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (7).
Rakai Kayuwangi merupakan raja yang membawa kerajaan pada masa keemasan dan banyak membangun candi. Raja ketujuh ini digantikan Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (8), Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung (9).
Balitung merupakan raja Mataram Kuno yang paling terkenal. Raja ini mengeluarkan Prasasti Kedu, dan 20 prasasti lainnya. Dalam salah satu prasasti itu disebutkan adanya serangan ke Bantan (Banten atau Bali?).
Masa Balitung membangun Candi Loro Jonggrang (Prambanan), kendati pembangunan candi ini sudah dimulai sejak Rakai Pikatan dan Rakai Kayuwangi.
Di masa ini mulai dikenal jabatan semacam menteri, dengan gelar Rakyan. Terdiri dari Rakyan i Hino, Rakyan i Halu, dan Rakyan i Sirikan. Tritunggal ini menggantikan raja jika sedang berhalangan., dan kelak menjadi raja.
Kerajaan ini dipindahkan akibat bencana yang sering terjadi di Jawa Tengah, gunung meletus (Merapi). Sinyalemen kedua, ada serbuan yang diduga kuat dilakukan Sriwijaya.
Kerajaan Sriwijaya meeupakan bentukan Balaputradewa, adik Pramodawardhani, istri Rakai Pikatan yang ingin membalas kekalahan leluhurnya.
Selain itu, makin kencangnya gesekan antara pemeluk Hindu dan Buddha, kendati sejak Kayuwangi sudah dipersatukan menjadi Syiwa-Buddha, yang merupakan akulturasi dari Wangsa Sanjaya (Hindu) dan Wangsa Syailendra (Buddha).